ANALISIS EKONOMI
Persaingan Tajam di Bawah Pertumbuhan Sedang Indonesia Tahun 2008
DJISMAN S SIMANJUNTAK
Bagian yang besar dari berbagai kejadian ekonomi tahun 2008 adalah warisan dari tahun 2007 dan sebelumnya walaupun perhatian kita cenderung semakin terpusat pada perubahan terkini dan futuristik.
Sesama peramal ekonomi ada sejenis konsensus bahwa kinerja ekonomi dunia dalam 2008 akan melemah dibandingkan dengan tahun 2007. Krisis kredit perumahan Amerika Serikat menyeret banyak ekonomi negara lain ke dalam krisis serupa dan resesi berat investasi perumahan memperburuk dampak kenaikan harga komoditas primer, terutama minyak bumi.
Dalam ekonomi dunia seperti itu, Indonesia mencatat dalam 2007 kinerja yang secara keseluruhan patut disebut sebagai kinerja sedang. Sangat mungkin kinerja sedang itu akan bertahan pada 2008.
Beberapa undang-undang memang sudah disahkan, tetapi pelaksanaannya dihambat oleh macam-macam inersia dalam pemerintah dan birokrasi, parlemen ataupun masyarakat legal.
Menguat, tetapi kalah cepat
Ada beberapa alasan untuk menyebut tahun 2007 sebagai tahun kinerja sedang. Pertumbuhan ekonomi memang membaik, tetapi hanya sedikit menjadi 6,5 persen dari 5,48 persen dalam tahun 2006 dan masih tetap jauh di belakang negara China, India, dan kini Vietnam.
Seperti sebelumnya, pertumbuhan terkuat terjadi dalam pengangkutan, telekomunikasi dan listrik, yaitu sektor-sektor nondagang internasional. Sumbangan ekspor bersih memang naik, tetapi berasal terutama dari komoditas primer. Investasi sebagai sumber pertumbuhan hari depan memang menunjukkan tanda-tanda kebangkitan yang menggembirakan.
Sebagai persentase produk domestik bruto, ia naik menjadi 24,4 persen dalam triwulan ketiga 2007. Impor mesin-mesin naik tajam.
Lalu lintas keuangan dan modal asing menunjukkan surplus biarpun tidak besar. Harga saham naik tajam seraya mendorong produksi aset produktif.
Kredit perbankan juga naik 15 persen meski penanaman dana dalam Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang mengindikasikan intermediasi terbalik juga naik dengan kecepatan yang sama.
Sampai Agustus 2007, persetujuan penanaman modal dalam negeri sudah naik 51 persen dibandingkan dengan masa yang sama tahun 2006 dan persetujuan penanaman modal asing naik 213 persen dalam sembilan bulan pertama 2007.
Inflasi bertahan pada tingkat yang jauh di atas tingkat inflasi negara tetangga karena inflasi Indonesia melaju lebih cepat ke arah 7 persen.
Cadangan devisa sudah di atas 50 miliar dollar AS, menandakan neraca pembayaran yang sehat, terutama karena bagian yang lebih besar dari kenaikan ini berasal dari surplus transaksi berjalan.
Sayang, citra yang dikesankan oleh angka-angka di atas harus dikeruhkan karena beberapa hal. Pertama, Indonesia menderita pengangguran yang parah, terutama pengangguran terselubung.
Kedua, warga miskin dan warga di pinggir kemiskinan di Indonesia masih tetap sangat banyak.
Ketiga, inersia pemerintahan pusat dan daerah, manajemen BUMN dan BUMD, parlemen dan masyarakat hukum masih lebih kuat dibandingkan dengan terobosan-terobosan kebijakan.
Keempat, dalam perlombaan pembangunan Asia Timur, Indonesia masih ditinggal semakin jauh oleh negara tetangga yang paling relevan.
Ekonomi dunia melemah
Masih ada dua faktor yang akan memengaruhi kinerja ekonomi Indonesia tahun 2008 di samping kinerja tahun 2007. Salah satunya adalah melemahnya kinerja ekonomi dunia dan ketidakpastian tentang akhir dari ketimpangan makroglobal dewasa ini.
Keadaan bisa memburuk jika jatuhnya sektor perumahan ternyata lebih buruk dari yang diperkirakan atau kalau harga minyak bumi naik ke 100 dollar AS per barrel dan bertahan di situ.
Sebelum krisis kredit perumahan ini pun, dunia sudah dihantui oleh ketimpangan makro yang struktural. Amerika Serikat di satu pihak hidup selalu dengan pasak yang lebih besar daripada tiang.
Defisit transaksi berjalan AS naik ke 5,6 persen dalam 2007 atau jauh di atas batas 2,5 persen yang dianggap aman. Mendanai defisit ini dengan utang tentu ada batasnya.
Di lain pihak, Asia Timur umumnya, serta Jepang dan "China Raya" di lain pihak, memupuk surplus yang membesar terus. Surplus transaksi berjalan China akan naik menjadi 11,25 persen dari produk domestik bruto tahun 2007.
Biarpun ekonomi dunia melemah, Indonesia dapat saja mengurangi dampak pelemahan itu melalui inovasi kebijakan. Ruang gerak masih terbuka bagi kebijakan fiskal yang lebih ekspansif digabung dengan kebijakan moneter yang juga lebih ekspansif.
Namun, perubahan besar dalam profil kebijakan makro tampak tidak leluasa. Di kalangan menteri-menteri ekonomi tampaknya ada kekhawatiran bahwa kebijakan makro yang lebih ekspansif tidak menolong banyak karena daya serap yang dibatasi oleh inersia dalam politik dan birokrasi.
Gunung yang semakin menjulang tidak dapat dipindahkan dengan cangkul yang semakin tumpul. Dengan sentuhan manajemen, kota-kota utama Indonesia dapat dikoneksi ke kota utama lain dunia pada umumnya dan di Asia Timur khususnya untuk menjadi bagian dari sistem produksi global dan aneka ragam bisnis wisata yang tumbuh pesat di Asia Timur.
Indonesia tidak mempunyai pilihan kecuali menyerang persoalan-persoalan struktural ini kalau hendak memasuki kembali lajur pertumbuhan tinggi yang berkelanjutan.
Peluangnya tidak besar bahwa persoalan-persoalan struktural itu akan ditangani secara besar-besaran dalam 2008. Karena itu, peluang sukses kebijakan makro yang lebih ekspansif di tengah ekonomi dunia yang melambat juga adalah kecil.
Profil dasar kebijakan Indonesia tahun 2008 tampaknya akan sama saja dengan profil dasar tahun 2007. Jika demikian, guncangan yang dapat datang dari kenaikan harga minyak bisa menjadi pukulan berat bagi Indonesia dengan saldo ekspor migasnya yang sudah mendekati nol.
Hubungan ekonomi AS-China dapat memburuk, tetapi tidak sedemikian jauh hingga Indonesia mendapat durian runtuh berupa relokasi besar-besaran industri-industri Korea Selatan, Taiwan, dan Jepang yang sekarang mengekspor besar-besaran ke AS.
Di bawah lingkungan global, regional, dan lokal yang disketsakan di atas, Indonesia akan tumbuh sedang-sedang lagi. Tetapi karena ukurannya yang sudah cukup besar, ekonomi yang tumbuh dengan sedang itu akan dipersaingkan dengan semakin tajam sesama peserta lokal, regional, dan global.
Untuk bertahan di dalamnya, para pelaku harus bekerja semakin keras dan kreatif seperti "Ratu Merah".
Sumber: KCM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar