Riset Replikasi
Penelitian replikasi dengan ekstensi (replication with extention) yang akhir-akhir ini mendapat perhatian dan sekaligus didorong untuk lebih banyak dilakukan dalam penelitian ilmu sosial (Hubbard dan Armstrong, 1994; Singh, Ang dan Leong, 2003). Riset replikasi merupakan salah satu cara teknik metodologi yang memberikan kontribusi verifikasi atas data riset survei. Kritik terhadap riset replikasi muncul bahwa perhatian terbatas diberikan pada berbagai fungsi proses verifikasi. Paradigma replikasi diformulasikan untuk memperjelas terminologi dan fungsi-fungsinya. Paradigma terdiri dari empat jenis replikasi utama, yaitu pengujian ulang (retest), internal, independen, dan teoritis. Semuanya dianalisis dan dijelaskan oleh berbegai riset replikasi yang dipublikasikan. Alasan inilah yang memberikan dukungan semakin meningkatnya riset replikasi (La Sorte, 2003).
Penelitian replikasi biasanya didefinisikan sebagai “the duplication of a previously published empirical study to determine whether the findings of that study are repeatable” (Sing et al, 2003: 534). Penelitian ini biasanya dilakukan dengan dua maksud, yaitu mengurangi proliferasi dari kesalahan Tipe I dalam statistik dan kehendak memperluas kerampatan (generalizability) dari suatu temuan. Kesalahan Tipe I adalah “errorneous rejections of the null hypotheses” (penolakan yang kurang tepat terhadap hipotesis nol, yaitu pernyataan yang menduga tidak ada hubungan atau pengaruh antar variabel). Dalam ilmu sosial, publikasi sering bias dengan memberikan porsi lebih besar untuk hasil penelitian yang secara statistik bermakna atau signifikan (misal dengan p < 0,05), sehingga tidak jarang para peneliti sibuk dengan berbagai cara melakukan data mining (merekayasa hasil). Proliferasi kebiasaan buruk demikian dapat diatasi melalui perluasaan penelitian replikasi.
Kerampatan dalam penelitian ilmu sosial penting karena dalam ilmu sosial aspek proses dan konteks sama pentingnya dengan konten (content). Replikasi akan memperkuat derajat keandalan (reliability) dari suatu hasil penelitian. Melalui replikasi para peneliti dapat memilah-milah hasil yang sahih (valid) dan karenanya dapat dirampatkan di satu pihak dan temuan yang tidak sahih dan tidak dapat dirampatkan. Tepat apa yang dikemukakan oleh Rosenthal dan Rosnow (Hubard dan Armstrong, 1994) yang menyatakan bahwa “replicability is almost universally accepted as the most important criterion of genuine scientific knowledge”.
Penelitian replikasi tentu mengandung risiko. Banyak penelitian replikasi dianggap memberikan sumbangan kecil bagi kemajuan ilmu. Monroe (Easly, 1995) menulis:
"A paradox of replication in the social science is that a researcher who operationally replicates and finds nonsupport for previous work may be accused of not being true to the original method, but if the researcher finds support for the previous work, then the argument will be made that nothing new has been learned."
Penelitian replikasi sulit dilakukan dalam penelitian manajemen strategis karena tiga alasan, yaitu masil belum solidnya teori-teori tentang strategi, kompleksitas model penelitian yang ada, dan sulitnya memperoleh data yang akurat (Sing et al, 2003: 536). Atas pertimbangan ini, para peneliti berpatokan pada prinsip “good enough principle”, yang sifatnya lebih pragmatik. Atas dasar prinsip ini, replikasi dilakukan dengan membuka ruang bagi variasi dan modifikasi sejauh bukan merupakan penyimpangan jauh (major deviation) dari penelitian terdahulu.
Perluasan replikasi menjadi penting untuk menjamin reliabilitas dan validitas riset dan untuk memperkuat pengembangan teori, khususnya paradigma di bidang ilmu pengetahuan sosial, misalnya manajemen strategi. Sampai sekarang, sangat sedikit riset replikasi yang dipublikasikan (Singh, Siah & Siew, 2003).
Singh, Siah & Siew (2003) mengusulkan tiga jenis pengukuran untuk meningkatkan akumulasi pengetahuan strategi melalui peningkatan riset replikasi, yaitu:
1. re-konseptualisasi riset replikasi sebagai riset replikasi yang cukup baik,
2. membangun rerangka kerja yang fokus pada replikasi untuk meningkatkan pemahaman pengembangan teori, dan
3. meningkatkan arti penting untuk memperomosikan dan mempublikasikan riset replikasi.
Tsang dan Kwam (1999) dalam Singh, Siah & Siew (2003) menyatakan bahwa terdapat 6 jenis replikasi yang terbagi dalam dua dimensi:
(1) apakah menggunakan metode pengukuran konstruk yang sama untuk menganalisa data yang diperoleh; dan
(2) apakah menggunakan sumber daya yang sama. Keenam kategori replikasi (mengecek analisis; ketepatan replikasi; generalisasi empiris; re-analisis data; pengembangan konsep; dan generalisasi dan pengembangan) digunakan untuk memahami perbedaan pendekatan dalam melakukan replikasi.
Replikasi secara khusus digunakan dalam menghadapi dua permasalahan riset yang timbul di lapangan: proteksi terhadap kesalahan tipe I dan memperkuat generalisasi temuan empiris. Kecenderungan menolak hipotesis nol dalam ilmu pengetahuan perilaku (Bakan, 1967; Hubbard & Amstrong, 1992; McNemar, 1960 dalam Singh et al., 2003) mungkin terjadi bias di mana riset riset yang menemukan hasil secara statistic signifikan dipublikasikan, sementara beberapa replikasi gagal mendeteksi hasil yang tidak sama (Rosenthak, 1979 dalam Singh et al., 1994).
Alasan generalisasi untuk replikasi meninggalkan semakin banyak kompleksitas fenomena riset pada ilmu sosial. Sejumlah kekuatan besar yang mempengaruhi perilaku organisasi dan sumber daya manusia, dan kesulitan menarik konklusi. Perkembangan penemuan pada aplikasi teori secara khusus menemukan bahwa observasi pertama perlu pengujian secara luas.
Pentingnya riset replikasi dijelaskan dala replikasi terakhir yang dilakukan oleh Lane, Cannella & Lubatkin (1998) dalam riset Amihud & Lev (1981). Perkembangan riset replikasi terakhir mengenai apa yang menjadi petunjuk dalam pustaka teori agensi (pengaruh pengawasan pemilik terhadap perilaku manajernya). Walaupun demikian, hampir tidak ada usaha untuk menverifikasi atau generalisasi penemuan-penemuan tersebut melalui replikasi.
Lane et al. (1998) melakukan replikasi penelitian Amihud & Lev dengan menggunakan sampel yang hampir sama dengan sampel aslinya, dengan mengadopsi konsep manajemennya, dan hasil penelitian replikasi mereka tidak mendukung hasil penelitian Amihud dan Lev (1981).
Banyak riset menemukan masih sangat sedikit riset replikasi dalam berbagai disiplin riset bisnis, misalnya ekonomi (Dewald et al., 1994; Feigenbaum & Levy, 1993), keuangan (Kane, 1984), pemasaran (Hubbard & Amstrong, 1994; Raman, 1994), dan management (Hubbard et al., 1998) dalam Singh (2003). Dari 701 sampel riset empiris yang dipublikasikan tahun 1990-an selama lebih dari 20 tahun, Hubbard et al. (1998) tidak menemukan replikasi langsung, dan hanya 37 replikasi dengan perluasan dalam manajemen strategi. Evaluasi terhadap ke 37 riset replikasi ditemukan beberapa perbedaan bentuk publikasi, lebih banyak publikasi yang mendukung hasil riset daripada publikasi yang menolak hasil riset sebelumnya. Hubbard et al. (1998) menunjukkan masih kurangnya riset replikasi dalam manajemen strategi. Berkaitan dengan hasil penemuan ini, menunjukkan bahwa dalam usaha mencari keyakinan karakteristik riset strategi sekarang ini (Shrivastava, 1987 dalam Singh et al., 2003) dan identifikasi replikasi sebagai aspek kunci dari proses replikasi (Schendel, 1995 dalam Singh et al., 2003).
Konklusi atas ketidakcukupan riset replikasi dalam manajemen strategi inilah menjadi asumsi bahwa publikasi replikasi mencerminkan kuantitas riset replikasi sesungguhnya dapat diterima. Hal ini memungkinkan bahwa perluasan riset replikasi sesungguhnya sedang berlangsung tetapi hasil riset replikasi tidak dipblikasikan.
Hal ini terjadi jika riset replikasi secara konsisten menemukan hasil yang signifikan, baik yang mendukung maupun yang menolak (Rosenthal, 1979 dalam Singh et al., 2003). Sebagai alternatif, hal ini memungkinkan bahwa perluasan riset replikasi tidak dipublikasikan karena riset asli lebih baik atau adanya persepsi bahwa replikasi kurang berguna atau tidak kreatif (Madden, Easley & Dunn, 1995; Neuliep 7 Crandall, 1991 dalam Singh et al., 2003).
Ada beberapa alasan yang dapat dikembangkan untuk mengetahui publikasi riset replikasi yang masih terbatas jumlahnya (Singh et al., 2003):
(1) ketidakmampuan untuk mempublikasikan (Reid et al., 1981);
(2) percaya bahwa replikasi yang mendukung riset asli dan tidak memberikan kontribusi baru, oleh karena itu tidak diterima untuk publikasi (Dewald et al., 1986; Kane, 1984; Lindsay & Ehrenberg, 1993);
(3) Adanya sikap keengganan untuk menerima hasil riset replikasi yang bertentangan dengan riset asli (Hubbard, 1994); dan
(4) percaya bahwa adanya pandangan kurang positif terhadap riset replikasi sebagai suatu jurnal ilmiah (Hubbard & Armstrong, 1994; Kerr et al., 1977; Nueliep & Crandall, 1991, 1993).
Sebagai tambahan, menurut Singh et al. (2003) bahwa ada tiga alas an yang dapat menjelaskan mengapa periset kurang menitik-beratkan pada riset replikasi (misal, Bergh & Holbein, 1997; Bowen & Wiersema, 1999; Hoskisson, Hitt, Wan & Yiu, 1999; Schendel, 1995; Shrivastara, 1987). Ketiga alasan tersebut adalah
(1) posisi kekuatan teori strategi mereka secara relatif lemah;
(2) model strategi rumit; dan
(3) kesulitan memperoleh data.
Rudyanto - Graduate Business School IBII Jakarta