JANGAN KAGET, ISTRIKU ADA EMPAT
Istri pertama berinisial R, dia lebih tua dari saya tetapi selalu setia mendampingi kemananpun saya pergi.
Cerewetnya setengah mati, tapi anehnya saya kurang begitu mendengar suaranya. Lamat lamat yang hanya bisa saya hafal adalah perkataannya yang selalu menohok " mas... kalau sampeyan berkhianat kepada saya, itu sama saja mas berkhianat kepada diri sendiri.
Kalau menyakiti saya sama saja menyakiti diri sendiri... saya tahu kok kemana saja mas pergi... toh akhir hayat nanti hanya aku yang mau sama mas... lainnya belum tentu.. wong saya di takdirkan sehidup semati selalu bersatu dengan mas... mas adalah aku, aku adalah mas... sebab akulah sejatinya emas.
Ah... perkataan itu sering kuanggap badai tsunami yang telah lewat...
Tetapi harus saya akui, kalau lagi merasakan kehampaan hidup, hanya dia yang sanggup melapangkan dada dan menaungi segala kegelisahan.
Ketiga istri yang lain tak sanggup bahkan acuh cuek bebek. Dan memang percuma menyampaikan keluh kesah kepada mereka sebab mereka tak pernah mengerti dengan sungguh-sungguh apa sebenarnya tujuan hidup saya..
Istri kedua berinisial J, Ia begitu mengharap diri saya agar selalu bersamanya walaupun terkadang saya agak malas menengok karena rumahnya agak jauh dari realitas keseharian.
Padahal kalau saya lagi dekat dengan dia... wah... segalanya begitu terfasilitasi. Maklum, kayaknya dia memang ditakdirkan untuk itu. Bayangkan, saya pengen ke Amrik, sekejab mata ia bisa memenuhinya. Saya lagi bingung mencari anak seorang teman yang hilang, Ia dengan segala akses satelit GPS plus Bio Personal Electric Detector super canggih mampu memberitahu dimana si bocah berada. Ketika saya lagi kangen pengen mengenang masa lalu beserta kejadian-kejadian yang terlewati eehh... dia sudah punya dokumen multimedia lengkap mengenai diri saya mulai kecil, tiga dimensi lagi... Bahkan kalau ingin sekedar coba-coba memprediksi masa depan, dia pun punya alat dan data yang lebih akurat dari tehnologi terkini yang pernah ada.
Terkadang kalau dah kepepet butuh uang, saya juga menyambanginya, meminta informasi lowongan pekerjaan. Sebenarnya sebagai lelaki ya malu seh... tapi bagaimana lagi.. dia di mata saya bagaikan ratu yang memiliki segala akses, entah itu politik, ekonomi, tehnologi, budaya, ilmu cacing jaringan pergerakan bawah tanah dan masih banyak lagi.
Dia cuman pesan... pokoknya selama mas berada di wilayahku, kebutuhan mas pasti saya penuhi dengan servis kilat secepat buraq. Sebab aku sama mas I love you full..... saya nggak kepingin mas kembali ke istri tua...
Istri ketiga berinisial O, Tergolong muda. Begitu smart, cerdas, analitis, dan tanggap. Ia bagaikan sekretaris pribadi. Referensinya.. naudzubillah... seperpustakaan dunia berada di hardisknya... nggak main-main!
Saya terkagum-kagum dengan kemampuannya. Setiap kejadian dalam hidup saya, ia selalu ingin maju tampil terdepan. Ia bagaikan hot news yang selalu update berita terbaru. Bahkan yang sering terjadi, saya sebagai laki-laki sering dipecundangi dengan kelihaian referensinya. Ia sering curang dan pandai sekali beralasan. Entah mungkin gawan bayi kali... Ehh.. anehnya kok saya ini begitu suka setengah mati... Mungkin kekaguman saya menutupi segala keburukannya kali...?
Tetapi terkadang saya jadi agak malas, karena ia paling sok unggul dan narcis di banding ketiga istri yang lainnya. Saya paling tidak suka kalau ia mulai mencampuri urusan pribadi saya dengan ketiga istri saya yang lainnya. Sebab kalau semua istri sudah berkumpul dia selalu membanggakan prinsip hidupnya "knowledge is power".
Dan saya hafal betul arah pembicaraan itu akhirnya menyeret kepada falsafah hidup "no power without knowledge", lahaula wala quwwata ila bil knowledge. Kalau sudah nglantur ke arah ini, saya nggak main-main untuk mendampratnya. Kalau saya sudah marah sama dia, jalan termudah dengan puasa mendiamkannya, tidak menanggapi secuilpun idenya. Entah sehari bahkan berminggu-minggu.....
Istri keempat berinisial D, masih ABG... waduh... jangan ditanya lagi... wong namanya istri termuda ya pasti semlohhaiii la yauw...
Tapi disinilah masalahnya... fisik saya yang sudah makin bertambah umur ini terus terang nggak mampu menandinginya. Istilah banting tulang geger pedhot, punggung pegal peyok kabeh benar-benar terjadi nggak karu-karuan kalau saya sudah berdua dengannya.... hanya kamulah denokku... lainnya nggak ingat...
Harus saya akui, segala aktifitas banyak tersedot untuk kebutuhan istri termuda ini... Sebab perhiasan, tanah, aset, bersolek, berbelanja, disanjung dan bikin organisasi (arisan akses plus ngrumpi dengan bahasa elit) adalah rutinitas kebutuhannya.
Oaalaah malangnya diriku.... semua sudah terlanjur melekat dan mendekap ingin dekat denganku... bayangkan satu banding empat.... capek deh.... peyok deh.. Semua sudah terlanjur.... Tapi bagaimanapun aku seorang lelaki yang harus gagah dan tegas menentukan pilihan hidupku.
Untuk itu, sekali lagi, perkenalkanlah dengan sunguh-sungguh keempat istriku agar para lelaki tidak terombang - ambing dalam keadaan sangat senang dan sangat menderita, seperti surga neraka yang sedang bergolak dalam diriku.... cukup satu saja agar hidup ini tenang...
Istri pertama berinisial R alias Ruh, Istri kedua berinisial J alias Jiwa, Istri ketiga berinisal O alias otak, istri keempat berinisal D alias Dunia.
Istri adalah perlambang keterikatan diri yang sangat mendekap. Suami adalah perlambang khalifah sang pemimpin, sang penentu. Jelaslah makna tersirat bahwa Lelaki adalah dan harus menjadi pemimpin wanita. Tak peduli berjenis kelamin apa.
Nyata bahwa setiap manusia adalah pemimpin. Maka jadi khalifah harus adil karena dialah yang menentukan kapan harus beristri satu atau empat, kapan ia berbagi dengan keempatnya.
Sebab sang lelaki biasa condong ke istri termuda.
Kalau nggak bisa adil awas!... barangkali kelelakiannya harus disunat dua kali! tak sobek-sobek!... uupps... iih seerrrem... ddhhuua kali bro.... (para lelaki nggak usah reflek bersikap ngapurancang seperti pemain bola menghadapi tendangan bebas, wong maksudnya bukan yang itu).
Iya dong! kenapa sih perkakas itu disebut kemaluan? karena disitulah hakekat rasa malu terpusat. Jika rasa malu ini sudah tak bereaksi terhadap istri tertua, maka ia perlu di hukum dengan cara yang menyakitkan agar dalam shock therapy ketakutan sengeri neraka, perkakas itu bereaksi lagi dan akhirnya tahu diri bahwa bisa begini begitu berkat istri tertua.
Sebab rasa malu kita biasanya hanya beraksi terhadap istri termuda. Kita malu kalau nggak punya baju bagus... kita malu kalau nggak punya mobil... kita malu kalau dianggap miskin... kita malu menerima pemberian Allah bahwa wajah kita biasa-biasa saja dan akhirnya harus bolak balik operasi ember...kita malu dan tidak terima kalau nama pemberian orang tua yang sudah lengkap dan bagus belum di tambah-tambahi dengan gelar Kyai, Ustadz, Prof, DR, SH, SPsi, LC, MBA, IBF, WBC, , dll, dsb, etc, btw,
ttd... cpd.
Sumber: milist nongkrongbareng@yahoogropus.com
Sabtu, 29 Desember 2007
Jangan Asal Semprto, Bahaya!
Jangan Asal Semprot, Bahaya!
Zaman kini memang zaman instan. Nyamuk, semut, lalat datang, semprot saja. Mereka langsung kabur. Bau busuk menyengat menyerbu ruang duduk, semprot juga. Bau tak sedap juga hilang. Mudah, praktis, dan yang lebih penting ampuhnya itu lo. Urusan jadi cepat terselesaikan.
Gambaran seperti itu mungkin erat menempel di benak para konsumen di Indonesia, sehingga sangat tergantung pada produk yang gencar tampil di berbagai iklan. Celakanya, mereka tidak menghayati benar betapa besar ancamannya jika menggunakan produk semacam itu secara sembarangan. Bukan hanya terhadap kesehatan si pemakai tapi juga sampah ikutannya yang bisa-bisa masuk kategori sampah bahan berbahaya dan beracun alias B3, yang secara umum dapat meracuni alam dan penghuninya.
Bagaimana tidak? Karakteristik B3 di antaranya mudah meledak; mudah terbakar; bersifat reaktif alias menghasilkan reaksi kimia yang melepaskan uap beracun atau ledakan bila terkena air, udara atau bahan kimia lain; beracun, baik secara akut maupun kronik; korosif, atau menyebabkan infeksi. Bahkan, ada lembaga yang menambahkan unsur bahaya radioaktif, alias mampu merusak dan menghancurkan sel dan kromosom yang dapat menyebabkan kanker, mutasi, dan kerusakan janin.
Bahan kimia berbahaya dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara. Termakan atau terminum bersama makanan atau minuman yang tercemar, dihirup dalam bentuk gas dan uap, termasuk yang langsung menuju paru-paru lalu masuk ke dalam aliran darah. Atau terserap melalui kulit dengan atau tanpa terlebih dahulu menyebabkan luka pada kulit.
Masalah lain, khususnya berkaitan dengan produk beraerosol, adalah penipisan lapisan ozon stratosfer. Ozon stratosfer berperan melindungi kehidupan di bumi dari radiasi ultra ungu. Program lingkungan PBB (UNEP) memperkirakan tingkat penipisan ozon sekarang ini akan menimbulkan penambahan jumlah penderita penyakit kanker kulit secara signifikan, termasuk melanoma ganas, dan pengidap katarak. Belum lagi ancaman pelemahan sistem kekebalan tubuh manusia, kerusakan pada produk pertanian, dan penurunan populasi phytoplankton pada dasar rantai pangan kelautan.
Studi YLKI tahun 1991 menunjukkan, konsumsi CFC berdasarkan sektor konsumen terbanyak dalam aerosol 30%, dibandingkan dalam produk lain semisal, AC, lemari es, dll.
Pestisida, ya memang racun
Namanya juga pestisida atau racun pembasmi hama, jadi pastilah mengandung racun. Bila racun antinyamuk termasuk kelompok itu, artinya obat antinyamuk juga mengandung racun. Hal itu dibuktikan dalam Penelitian YLKI tahun 1995 yang menemukan tiga bahan aktif di dalam obat antinyamuk yaitu jenis dichlorvos, propoxur, pyrethroid, dan diethyltoluamide serta bahan kombinasi dari ketiganya.
Menurut WHO Grade Class, dichlorvos atau DDVP (dichlorovynill dimetyl phosphat) termasuk berdaya racun tinggi. Jenis bahan aktif ini dapat merusak sistem saraf, mengganggu sistem pernapasan, dan jantung. Lembaga di Amerika yang bergerak dalam perlindungan lingkungan yakni Environment Protection Authority (US EPA) dan New Jersey Department of Health merekomendasikan hal sama. Dichlorvos sangat berpotensi menyebabkan kanker, menghambat pertumbuhan organ serta kematian prenatal, merusak kemampuan reproduksi, dan menghasilkan susu. Bagi lingkungan, bahan aktif jenis ini menimbulkan gangguan cukup serius bagi hewan dan tumbuhan, sebab bahan ini memerlukan waktu yang lumayan lama untuk dapat terurai baik di udara, air, dan tanah.
Sementara, propoxur termasuk racun kelas menengah. Jika terhirup maupun terserap tubuh manusia dapat mengaburkan penglihatan, keringat berlebih, pusing, sakit kepala, dan badan lemah. Propoxur juga dapat menurunkan aktivitas enzim yang berperan pada saraf transmisi, dan berpengaruh buruk pada hati dan reproduksi.
Pyrethroid oleh WHO juga dikelompokkan dalam racun kelas menengah. Efeknya, mengiritasi mata maupun kulit yang sensitif, dan menyebabkan penyakit asma. Pada obat antinyamuk, pyrethroid yang digunakan berupa d-allethrin, transflutrin, bioallethrin, pralethrin, d-phenothrin, cyphenothrin, atau esbiothrin. Untuk obat antinyamuk jenis oles, zat aktif yang tercantum pada label adalah DEET Diethyltoluamid. Efeknya juga mengiritasi kulit, selain membahayakan kulit yang luka, dan selaput lendir tubuh.
Mengusir nyamuk dengan raket "antinyamuk" merupakan salah satu cara yang aman. Berbicara soal semua bahaya itu, harian Warta Kota , 15 September 2001, sampai memberitakan bahwa pemerintah harus segera menarik seluruh produk obat antinyamuk cair dan bakar yang mengandung bahan-bahan berbahaya tersebut. Itu karena, menurut Amir Hamzah Pane, Ketua Umum Indonesian Pharmaceutical Watch (IPhW), "Pemerintah telah lalai, meregistrasi produk yang membahayakan kesehatan tetapi tidak mencantumkan label indikasinya."
Ironisnya, ada merek pestisida yang kemasannya justru bergambar bunga-bunga. Ini tentu bisa menjerumuskan konsumen yang mengiranya sebagai produk aman, atau bahkan menganggapnya sekadar produk pengharum ruangan. Begitu juga dengan klaim "lembut dan wangi". Bagaimana pula dengan klaim "ramah lingkungan"? Sering hanya berhenti pada klaim, tanpa mencantumkan bahan pengganti CFC. Jadi? Harum, bukan berarti aman.
Tahun 1986 the National Academy of Sciences AS menentukan pengharum, termasuk di dalamnya pengharum ruangan, sebagai salah satu dari enam kategori bahan kimia yang perlu mendapatkan uji kemampuan meracuni saraf. Itu karena, menurut www.therapure.com, kebanyakan pengharum ruangan bekerja dengan mengganggu daya cium.
Pengharum tersebut melapisi saluran hidung dengan selaput minyaknya, atau melepaskan zat pemati saraf pencium! Lembaga itu menyatakan, hampir sepertiga bahan kimia tambahan dalam parfum dan produk wewangian masuk kategori beracun. Bahkan produk yang tak mengandung "pewangi" pun sebenarnya menambahkan "pewangi" yang tidak wangi untuk menyamarkan aroma khas bahan tertentu.
Berbeda dengan obat antinyamuk yang digunakan secara lebih terbatas, pemakaian produk pengharum ruangan justru cenderung tanpa aturan jelas. Bebas disemprotkan ke seluruh ruangan duduk, digantung dekat AC, dipasang di dalam mobil. Lalu bahan kimia itu akan secara teratur menguap ke udara, menempel di rambut, pakaian, bahkan di berbagai perabot di sekitar kita. Bisa dibayangkan, bagaimana bila bahan kimia ini terhirup atau masuk aliran darah?
Hal itu didukung laporan National Institute of Occupational Safety and Health yang menyatakan, dari 2.983 bahan berbahaya sekitar 884-nya digunakan dalam industri wewangian. Sedangkan bahan kimia berbahaya dalam pengharum ruangan, dari penelitian mereka, di antaranya butane, propane, amonia, fenol, dan formaldehyde. Efeknya pada kesehatan manusia antara lain mengiritasi mata, hidung, tenggorok, kulit, mengakibatkan mual, pusing, perdarahan, hilang ingatan, kanker dan tumor, kerusakan hati, menyebabkan iritasi ringan hingga menengah pada paru-paru, termasuk gejala seperti asma. Sedangkan bahan lainnya seperti benzyl acetate, benzyl alcohol, ethanol, limonene, dan linalool bisa menyebabkan muntah, turunnya tekanan darah, merusak sistem kekebalan tubuh, menurunkan kemampuan motorik spontan, dan depresi. Yang jelas, laporan itu menguatkan publikasi National Institutes of Health dalam tajuk "Issues and Challenges in Environmental Health" yang menyebutkan bertambahnya penderita gangguan reaksi alergi dan hipersensitif. Malah kondisi itu telah menjadi masalah yang memprihatinkan karena jumlah pengidapnya mencapai sedikitnya 35.000.000 warga Amerika Serikat. Saat mencium parfum tertentu, para penderita itu secara berbeda menampilkan gejala alergi mulai bersin, terbatuk-batuk, atau mata berkaca-kaca, pusing, sesak napas, dll.
Celakanya, dari amatan di lapangan, beberapa produk pengharum ruangan tidak menyebutkan kandungan bahan. Itu pula sebabnya, YLKI menganjurkan untuk membatasi penggunaan pengharum ruangan, khususnya bagi mereka yang sensitif.
Bersih lingkungan
Di lingkungan rumah tangga, sebenarnya hanya beberapa binatang kecil yang perlu dibasmi, misalnya bila menyebarkan penyakit, merusak tanaman, merusak makanan, atau merusak bangunan. Itupun sebisa mungkin dengan cara yang tidak membahayakan lingkungan.
Usaha pertama adalah mencegah masuknya hama ke dalam rumah. Misalnya menggunakan tirai atau kawat nyamuk, menutup lubang dan celah-celah, menjaga kebersihan rumah dari sampah tercecer atau tertimbun, serta menjaga tempat sampah selalu tertutup. Meletakkan perangkap nyamuk atau tikus di lokasi-lokasi strategis. Langkah berikut, memusnahkan habitat hama dengan secara rutin membersihkan rumah dan halaman, terutama tempat-tempat persembunyian hama seperti nyamuk, lalat, dan kecoa, serta memusnahkan telur-telurnya. Kecoa cenderung tinggal dan bertelur di tempat-tempat terlindung yang hangat seperti sudut rak dan laci, di celah-celah kayu yang lembap, di bawah tempat cuci piring, dan tempat-tempat sampah. Lalat senang tinggal di tempat sampah, tempat-tempat lembap dan bau, seperti alas tidur binatang peliharaan dan tempat menyimpan kompos. Nyamuk berkembang biak di air tergenang seperti di parit, dalam ban-ban bekas, dalam vas yang lama tidak diganti, dan kubangan sekitar rumah. Membersihkan debu di rak-rak buku, lemari pakaian, meja tulis rak-rak makanan, wadah makanan, dan sudut-sudut rumah akan membantu mengurangi serangan hama.
Untuk mengusir hama, sebaiknya dipergunakan pestisida organik dan pengusir hama dari tumbuh-tumbuhan yang mudah terurai di alam. Meski diakui efektivitas pestisida organik tidak seketika, alias perlu aplikasi berulang-ulang. Misalnya: Membakar kulit duku atau kulit durian kering dapat mengusir nyamuk. Menaruh daun mindi kering di bawah kasur dapat mengusir kutu busuk dan bila ditaruh di bawah alas tumpukan baju di dalam lemari pakaian dapat mengusir kutu baju. Wangi alami bunga lavender, minyak cengkeh untuk mengusir kutu baju, nyamuk, kecoa, dan lalat. Yang tak kalah asyik, menangkap nyamuk dengan menggunakan pemukul nyamuk listrik, atau bagian dalam tutup panci yang diolesi minyak goreng. Sementara mencegah serangan nyamuk kala santai bisa dioleskan minyak kayu putih atau minyak tawon.
Pestisida sintetis memang harus dibiasakan menjadi alternatif terakhir. Itu pun harus dipilih yang tidak terlalu berbahaya bagi manusia dan lingkungan, serta digunakan dalam dosis rendah. Bila menggunakan metode ini sebaiknya bersamaan dengan metode-metode ramah lingkungan lain.
Udara segar alami
Bagaimana dengan bebauan tak enak di dalam rumah? Hal itu tak perlu dikhawatirkan benar bila rumah memiliki ventilasi yang baik dengan sirkulasi udara yang lancar dan penerangan alami yang memadai.
Namun, ada kalanya untuk membangkitkan suasana pada momen tertentu aroma wangi khas diperlukan. Daripada menggunakan beberapa merek pengharum ruangan yang tak jelas kandungan bahan kimianya, bisa dicoba pewangi alamiah, misalnya irisan daun pandan, kuntum melati, atau mawar.
Tanpa sadar sebenarnya cara tersebut merupakan praktik aromaterapi. Selain cara tradisional itu, ada cara praktis dan cukup aman, yakni menggunakan minyak atsiri. Minyak atsiri merupakan cairan lembut, bersifat aromatik, dan mudah menguap pada suhu kamar. Minyak atsiri diperoleh dari ekstrak bunga, biji, daun, kulit batang, kayu, dan akar tumbuh-tumbuhan tertentu. Satu jenis minyak atsiri, umumnya memiliki beberapa khasiat berbeda, misalnya sebagai antiseptik dan antibakteri.
Penelitian menunjukkan, minyak atsiri yang disemprotkan ke udara membantu menghilangkan bakteri, jamur, bau pengap, dan bau yang tidak mengenakkan. Selain menyegarkan udara, aroma alami minyak atsiri juga dapat mempengaruhi emosi dan pikiran, serta menciptakan suasana tenteram dan harmonis.
Minyak atsiri murni adalah substansi yang amat kuat, 75 - 100 kali lebih potensial dibandingkan bahan asalnya. Karenanya dalam penggunaannya harus hati-hati, misalnya dengan selalu melarutkannya dengan cairan pembawa. Penguap, penyemprot listrik, dan penyemprot aroma khusus dapat digunakan untuk menyebarkan minyak atsiri dalam ruangan. Untuk penggunaan pertama kali atau jika belum terbiasa, gunakan minyak atsiri seperlunya saja.
Agaknya mulai sekarang kita perlu melatih diri-sendiri dan lingkungan untuk menggunakan bahan-bahan aman bagi kesehatan dan lingkungan. Kalau bukan kita sendiri yang memulai, siapa lagi? (Dari pelbagai sumber/Sht)
Sumber: http://www.indomedia.com/intisari/2001/Okt/khas_airud.htm
Zaman kini memang zaman instan. Nyamuk, semut, lalat datang, semprot saja. Mereka langsung kabur. Bau busuk menyengat menyerbu ruang duduk, semprot juga. Bau tak sedap juga hilang. Mudah, praktis, dan yang lebih penting ampuhnya itu lo. Urusan jadi cepat terselesaikan.
Gambaran seperti itu mungkin erat menempel di benak para konsumen di Indonesia, sehingga sangat tergantung pada produk yang gencar tampil di berbagai iklan. Celakanya, mereka tidak menghayati benar betapa besar ancamannya jika menggunakan produk semacam itu secara sembarangan. Bukan hanya terhadap kesehatan si pemakai tapi juga sampah ikutannya yang bisa-bisa masuk kategori sampah bahan berbahaya dan beracun alias B3, yang secara umum dapat meracuni alam dan penghuninya.
Bagaimana tidak? Karakteristik B3 di antaranya mudah meledak; mudah terbakar; bersifat reaktif alias menghasilkan reaksi kimia yang melepaskan uap beracun atau ledakan bila terkena air, udara atau bahan kimia lain; beracun, baik secara akut maupun kronik; korosif, atau menyebabkan infeksi. Bahkan, ada lembaga yang menambahkan unsur bahaya radioaktif, alias mampu merusak dan menghancurkan sel dan kromosom yang dapat menyebabkan kanker, mutasi, dan kerusakan janin.
Bahan kimia berbahaya dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara. Termakan atau terminum bersama makanan atau minuman yang tercemar, dihirup dalam bentuk gas dan uap, termasuk yang langsung menuju paru-paru lalu masuk ke dalam aliran darah. Atau terserap melalui kulit dengan atau tanpa terlebih dahulu menyebabkan luka pada kulit.
Masalah lain, khususnya berkaitan dengan produk beraerosol, adalah penipisan lapisan ozon stratosfer. Ozon stratosfer berperan melindungi kehidupan di bumi dari radiasi ultra ungu. Program lingkungan PBB (UNEP) memperkirakan tingkat penipisan ozon sekarang ini akan menimbulkan penambahan jumlah penderita penyakit kanker kulit secara signifikan, termasuk melanoma ganas, dan pengidap katarak. Belum lagi ancaman pelemahan sistem kekebalan tubuh manusia, kerusakan pada produk pertanian, dan penurunan populasi phytoplankton pada dasar rantai pangan kelautan.
Studi YLKI tahun 1991 menunjukkan, konsumsi CFC berdasarkan sektor konsumen terbanyak dalam aerosol 30%, dibandingkan dalam produk lain semisal, AC, lemari es, dll.
Pestisida, ya memang racun
Namanya juga pestisida atau racun pembasmi hama, jadi pastilah mengandung racun. Bila racun antinyamuk termasuk kelompok itu, artinya obat antinyamuk juga mengandung racun. Hal itu dibuktikan dalam Penelitian YLKI tahun 1995 yang menemukan tiga bahan aktif di dalam obat antinyamuk yaitu jenis dichlorvos, propoxur, pyrethroid, dan diethyltoluamide serta bahan kombinasi dari ketiganya.
Menurut WHO Grade Class, dichlorvos atau DDVP (dichlorovynill dimetyl phosphat) termasuk berdaya racun tinggi. Jenis bahan aktif ini dapat merusak sistem saraf, mengganggu sistem pernapasan, dan jantung. Lembaga di Amerika yang bergerak dalam perlindungan lingkungan yakni Environment Protection Authority (US EPA) dan New Jersey Department of Health merekomendasikan hal sama. Dichlorvos sangat berpotensi menyebabkan kanker, menghambat pertumbuhan organ serta kematian prenatal, merusak kemampuan reproduksi, dan menghasilkan susu. Bagi lingkungan, bahan aktif jenis ini menimbulkan gangguan cukup serius bagi hewan dan tumbuhan, sebab bahan ini memerlukan waktu yang lumayan lama untuk dapat terurai baik di udara, air, dan tanah.
Sementara, propoxur termasuk racun kelas menengah. Jika terhirup maupun terserap tubuh manusia dapat mengaburkan penglihatan, keringat berlebih, pusing, sakit kepala, dan badan lemah. Propoxur juga dapat menurunkan aktivitas enzim yang berperan pada saraf transmisi, dan berpengaruh buruk pada hati dan reproduksi.
Pyrethroid oleh WHO juga dikelompokkan dalam racun kelas menengah. Efeknya, mengiritasi mata maupun kulit yang sensitif, dan menyebabkan penyakit asma. Pada obat antinyamuk, pyrethroid yang digunakan berupa d-allethrin, transflutrin, bioallethrin, pralethrin, d-phenothrin, cyphenothrin, atau esbiothrin. Untuk obat antinyamuk jenis oles, zat aktif yang tercantum pada label adalah DEET Diethyltoluamid. Efeknya juga mengiritasi kulit, selain membahayakan kulit yang luka, dan selaput lendir tubuh.
Mengusir nyamuk dengan raket "antinyamuk" merupakan salah satu cara yang aman. Berbicara soal semua bahaya itu, harian Warta Kota , 15 September 2001, sampai memberitakan bahwa pemerintah harus segera menarik seluruh produk obat antinyamuk cair dan bakar yang mengandung bahan-bahan berbahaya tersebut. Itu karena, menurut Amir Hamzah Pane, Ketua Umum Indonesian Pharmaceutical Watch (IPhW), "Pemerintah telah lalai, meregistrasi produk yang membahayakan kesehatan tetapi tidak mencantumkan label indikasinya."
Ironisnya, ada merek pestisida yang kemasannya justru bergambar bunga-bunga. Ini tentu bisa menjerumuskan konsumen yang mengiranya sebagai produk aman, atau bahkan menganggapnya sekadar produk pengharum ruangan. Begitu juga dengan klaim "lembut dan wangi". Bagaimana pula dengan klaim "ramah lingkungan"? Sering hanya berhenti pada klaim, tanpa mencantumkan bahan pengganti CFC. Jadi? Harum, bukan berarti aman.
Tahun 1986 the National Academy of Sciences AS menentukan pengharum, termasuk di dalamnya pengharum ruangan, sebagai salah satu dari enam kategori bahan kimia yang perlu mendapatkan uji kemampuan meracuni saraf. Itu karena, menurut www.therapure.com, kebanyakan pengharum ruangan bekerja dengan mengganggu daya cium.
Pengharum tersebut melapisi saluran hidung dengan selaput minyaknya, atau melepaskan zat pemati saraf pencium! Lembaga itu menyatakan, hampir sepertiga bahan kimia tambahan dalam parfum dan produk wewangian masuk kategori beracun. Bahkan produk yang tak mengandung "pewangi" pun sebenarnya menambahkan "pewangi" yang tidak wangi untuk menyamarkan aroma khas bahan tertentu.
Berbeda dengan obat antinyamuk yang digunakan secara lebih terbatas, pemakaian produk pengharum ruangan justru cenderung tanpa aturan jelas. Bebas disemprotkan ke seluruh ruangan duduk, digantung dekat AC, dipasang di dalam mobil. Lalu bahan kimia itu akan secara teratur menguap ke udara, menempel di rambut, pakaian, bahkan di berbagai perabot di sekitar kita. Bisa dibayangkan, bagaimana bila bahan kimia ini terhirup atau masuk aliran darah?
Hal itu didukung laporan National Institute of Occupational Safety and Health yang menyatakan, dari 2.983 bahan berbahaya sekitar 884-nya digunakan dalam industri wewangian. Sedangkan bahan kimia berbahaya dalam pengharum ruangan, dari penelitian mereka, di antaranya butane, propane, amonia, fenol, dan formaldehyde. Efeknya pada kesehatan manusia antara lain mengiritasi mata, hidung, tenggorok, kulit, mengakibatkan mual, pusing, perdarahan, hilang ingatan, kanker dan tumor, kerusakan hati, menyebabkan iritasi ringan hingga menengah pada paru-paru, termasuk gejala seperti asma. Sedangkan bahan lainnya seperti benzyl acetate, benzyl alcohol, ethanol, limonene, dan linalool bisa menyebabkan muntah, turunnya tekanan darah, merusak sistem kekebalan tubuh, menurunkan kemampuan motorik spontan, dan depresi. Yang jelas, laporan itu menguatkan publikasi National Institutes of Health dalam tajuk "Issues and Challenges in Environmental Health" yang menyebutkan bertambahnya penderita gangguan reaksi alergi dan hipersensitif. Malah kondisi itu telah menjadi masalah yang memprihatinkan karena jumlah pengidapnya mencapai sedikitnya 35.000.000 warga Amerika Serikat. Saat mencium parfum tertentu, para penderita itu secara berbeda menampilkan gejala alergi mulai bersin, terbatuk-batuk, atau mata berkaca-kaca, pusing, sesak napas, dll.
Celakanya, dari amatan di lapangan, beberapa produk pengharum ruangan tidak menyebutkan kandungan bahan. Itu pula sebabnya, YLKI menganjurkan untuk membatasi penggunaan pengharum ruangan, khususnya bagi mereka yang sensitif.
Bersih lingkungan
Di lingkungan rumah tangga, sebenarnya hanya beberapa binatang kecil yang perlu dibasmi, misalnya bila menyebarkan penyakit, merusak tanaman, merusak makanan, atau merusak bangunan. Itupun sebisa mungkin dengan cara yang tidak membahayakan lingkungan.
Usaha pertama adalah mencegah masuknya hama ke dalam rumah. Misalnya menggunakan tirai atau kawat nyamuk, menutup lubang dan celah-celah, menjaga kebersihan rumah dari sampah tercecer atau tertimbun, serta menjaga tempat sampah selalu tertutup. Meletakkan perangkap nyamuk atau tikus di lokasi-lokasi strategis. Langkah berikut, memusnahkan habitat hama dengan secara rutin membersihkan rumah dan halaman, terutama tempat-tempat persembunyian hama seperti nyamuk, lalat, dan kecoa, serta memusnahkan telur-telurnya. Kecoa cenderung tinggal dan bertelur di tempat-tempat terlindung yang hangat seperti sudut rak dan laci, di celah-celah kayu yang lembap, di bawah tempat cuci piring, dan tempat-tempat sampah. Lalat senang tinggal di tempat sampah, tempat-tempat lembap dan bau, seperti alas tidur binatang peliharaan dan tempat menyimpan kompos. Nyamuk berkembang biak di air tergenang seperti di parit, dalam ban-ban bekas, dalam vas yang lama tidak diganti, dan kubangan sekitar rumah. Membersihkan debu di rak-rak buku, lemari pakaian, meja tulis rak-rak makanan, wadah makanan, dan sudut-sudut rumah akan membantu mengurangi serangan hama.
Untuk mengusir hama, sebaiknya dipergunakan pestisida organik dan pengusir hama dari tumbuh-tumbuhan yang mudah terurai di alam. Meski diakui efektivitas pestisida organik tidak seketika, alias perlu aplikasi berulang-ulang. Misalnya: Membakar kulit duku atau kulit durian kering dapat mengusir nyamuk. Menaruh daun mindi kering di bawah kasur dapat mengusir kutu busuk dan bila ditaruh di bawah alas tumpukan baju di dalam lemari pakaian dapat mengusir kutu baju. Wangi alami bunga lavender, minyak cengkeh untuk mengusir kutu baju, nyamuk, kecoa, dan lalat. Yang tak kalah asyik, menangkap nyamuk dengan menggunakan pemukul nyamuk listrik, atau bagian dalam tutup panci yang diolesi minyak goreng. Sementara mencegah serangan nyamuk kala santai bisa dioleskan minyak kayu putih atau minyak tawon.
Pestisida sintetis memang harus dibiasakan menjadi alternatif terakhir. Itu pun harus dipilih yang tidak terlalu berbahaya bagi manusia dan lingkungan, serta digunakan dalam dosis rendah. Bila menggunakan metode ini sebaiknya bersamaan dengan metode-metode ramah lingkungan lain.
Udara segar alami
Bagaimana dengan bebauan tak enak di dalam rumah? Hal itu tak perlu dikhawatirkan benar bila rumah memiliki ventilasi yang baik dengan sirkulasi udara yang lancar dan penerangan alami yang memadai.
Namun, ada kalanya untuk membangkitkan suasana pada momen tertentu aroma wangi khas diperlukan. Daripada menggunakan beberapa merek pengharum ruangan yang tak jelas kandungan bahan kimianya, bisa dicoba pewangi alamiah, misalnya irisan daun pandan, kuntum melati, atau mawar.
Tanpa sadar sebenarnya cara tersebut merupakan praktik aromaterapi. Selain cara tradisional itu, ada cara praktis dan cukup aman, yakni menggunakan minyak atsiri. Minyak atsiri merupakan cairan lembut, bersifat aromatik, dan mudah menguap pada suhu kamar. Minyak atsiri diperoleh dari ekstrak bunga, biji, daun, kulit batang, kayu, dan akar tumbuh-tumbuhan tertentu. Satu jenis minyak atsiri, umumnya memiliki beberapa khasiat berbeda, misalnya sebagai antiseptik dan antibakteri.
Penelitian menunjukkan, minyak atsiri yang disemprotkan ke udara membantu menghilangkan bakteri, jamur, bau pengap, dan bau yang tidak mengenakkan. Selain menyegarkan udara, aroma alami minyak atsiri juga dapat mempengaruhi emosi dan pikiran, serta menciptakan suasana tenteram dan harmonis.
Minyak atsiri murni adalah substansi yang amat kuat, 75 - 100 kali lebih potensial dibandingkan bahan asalnya. Karenanya dalam penggunaannya harus hati-hati, misalnya dengan selalu melarutkannya dengan cairan pembawa. Penguap, penyemprot listrik, dan penyemprot aroma khusus dapat digunakan untuk menyebarkan minyak atsiri dalam ruangan. Untuk penggunaan pertama kali atau jika belum terbiasa, gunakan minyak atsiri seperlunya saja.
Agaknya mulai sekarang kita perlu melatih diri-sendiri dan lingkungan untuk menggunakan bahan-bahan aman bagi kesehatan dan lingkungan. Kalau bukan kita sendiri yang memulai, siapa lagi? (Dari pelbagai sumber/Sht)
Sumber: http://www.indomedia.com/intisari/2001/Okt/khas_airud.htm
Variable Costs in Manufacturing Firm
Variable costs in manufacturing firm
Variable costs are costs that change in proportion to the activity of a business. In other words, variable cost is the sum of marginal costs. Along with fixed costs, variable costs make up the two components of total cost.
Direct Costs, however, are costs that can be associated with a particular cost object. Not all variable costs are direct costs, however; for example, variable manufacturing overhead costs are variable costs that are not a direct costs, but indirect costs.Variable costs are sometimes called unit-level costs as they vary with the number of units produced.
Explanation
For example, a manufacturing firm pays for raw materials. When activity is decreased, less raw material is used, and so the spending for raw materials falls. When activity is increased, more raw material is used and spending therefore rises. Note that the changes in cost happen with little or no need for managerial intervention.
A company will pay for line rental and maintenance fees each period regardless of how much power gets used. And some electrical equipment (air conditioning or lighting) may be kept running even in periods of low activity. These expenses can be regarded as fixed.
But beyond this, the company will use electricity to run plant and machinery as required. The busier the company, the more the plant will be run, and so the more electricity gets used. This extra spending can therefore be regarded as variable.
In retail the cost of goods is almost entirely a variable cost; this is not true of manufacturing where many fixed costs, such as depreciation, are included in the cost of goods.
Although taxation usually varies with profit, which in turn varies with sales volume, it is not normally considered a variable cost.
MSY
Pusat Studi ERP Indonesia
http://www.ERPweaver.com
Variable costs are costs that change in proportion to the activity of a business. In other words, variable cost is the sum of marginal costs. Along with fixed costs, variable costs make up the two components of total cost.
Direct Costs, however, are costs that can be associated with a particular cost object. Not all variable costs are direct costs, however; for example, variable manufacturing overhead costs are variable costs that are not a direct costs, but indirect costs.Variable costs are sometimes called unit-level costs as they vary with the number of units produced.
Explanation
For example, a manufacturing firm pays for raw materials. When activity is decreased, less raw material is used, and so the spending for raw materials falls. When activity is increased, more raw material is used and spending therefore rises. Note that the changes in cost happen with little or no need for managerial intervention.
A company will pay for line rental and maintenance fees each period regardless of how much power gets used. And some electrical equipment (air conditioning or lighting) may be kept running even in periods of low activity. These expenses can be regarded as fixed.
But beyond this, the company will use electricity to run plant and machinery as required. The busier the company, the more the plant will be run, and so the more electricity gets used. This extra spending can therefore be regarded as variable.
In retail the cost of goods is almost entirely a variable cost; this is not true of manufacturing where many fixed costs, such as depreciation, are included in the cost of goods.
Although taxation usually varies with profit, which in turn varies with sales volume, it is not normally considered a variable cost.
MSY
Pusat Studi ERP Indonesia
http://www.ERPweaver.com
Introduction To Market Analysis
INTRODUCTION OF MARKET ANALYSIS
The goal of a market analysis is to determine the attractiveness of a market and to understand its evolving opportunities and threats as they relate to the strengths and weaknesses of the firm.
David A. Aaker outlined the following dimensions of a market analysis:
• Market size (current and future)
• Market growth rate
• Market profitability
• Industry cost structure
• Distribution channels
• Market trends
•Key success factors
Market Size
The size of the market can be evaluated based on present sales and on potential sales if the use of the product were expanded. The following are some information sources for determining market size:
• government data
• trade associations
• financial data from major players
• customer surveys
Market Growth Rate
A simple means of forecasting the market growth rate is to extrapolate historical data into the future. While this method may provide a first-order estimate, it does not predict important turning points. A better method is to study growth drivers such as demographic information and sales growth in complementary products. Such drivers serve as leading indicators that are more accurate than simply extrapolating historical data.
Important inflection points in the market growth rate sometimes can be predicted by constructing a product diffusion curve. The shape of the curve can be estimated by studying the characteristics of the adoption rate of a similar product in the past.
Ultimately, the maturity and decline stages of the product life cycle will be reached. Some leading indicators of the decline phase include price pressure caused by competition, a decrease in brand loyalty, the emergence of substitute products, market saturation, and the lack of growth drivers.
Market Profitability
While different firms in a market will have different levels of profitability, the average profit potential for a market can be used as a guideline for knowing how difficult it is to make money in the market. Michael Porter devised a useful framework for evaluating the attractiveness of an industry or market. This framework, known as Porter's five forces, identifies five factors that influence the market profitability:
• Buyer power
• Supplier power
• Barriers to entry
• Threat of substitute products
• Rivalry among firms in the industry
Industry Cost Structure
The cost structure is important for identifying key factors for success. To this end, Porter's value chain model is useful for determining where value is added and for isolating the costs.
The cost structure also is helpful for formulating strategies to develop a competitive advantage. For example, in some environments the experience curve effect can be used to develop a cost advantage over competitors.
The goal of a market analysis is to determine the attractiveness of a market and to understand its evolving opportunities and threats as they relate to the strengths and weaknesses of the firm.
David A. Aaker outlined the following dimensions of a market analysis:
• Market size (current and future)
• Market growth rate
• Market profitability
• Industry cost structure
• Distribution channels
• Market trends
•Key success factors
Market Size
The size of the market can be evaluated based on present sales and on potential sales if the use of the product were expanded. The following are some information sources for determining market size:
• government data
• trade associations
• financial data from major players
• customer surveys
Market Growth Rate
A simple means of forecasting the market growth rate is to extrapolate historical data into the future. While this method may provide a first-order estimate, it does not predict important turning points. A better method is to study growth drivers such as demographic information and sales growth in complementary products. Such drivers serve as leading indicators that are more accurate than simply extrapolating historical data.
Important inflection points in the market growth rate sometimes can be predicted by constructing a product diffusion curve. The shape of the curve can be estimated by studying the characteristics of the adoption rate of a similar product in the past.
Ultimately, the maturity and decline stages of the product life cycle will be reached. Some leading indicators of the decline phase include price pressure caused by competition, a decrease in brand loyalty, the emergence of substitute products, market saturation, and the lack of growth drivers.
Market Profitability
While different firms in a market will have different levels of profitability, the average profit potential for a market can be used as a guideline for knowing how difficult it is to make money in the market. Michael Porter devised a useful framework for evaluating the attractiveness of an industry or market. This framework, known as Porter's five forces, identifies five factors that influence the market profitability:
• Buyer power
• Supplier power
• Barriers to entry
• Threat of substitute products
• Rivalry among firms in the industry
Industry Cost Structure
The cost structure is important for identifying key factors for success. To this end, Porter's value chain model is useful for determining where value is added and for isolating the costs.
The cost structure also is helpful for formulating strategies to develop a competitive advantage. For example, in some environments the experience curve effect can be used to develop a cost advantage over competitors.
Integration Leads To Excellence
Integration leads to excellence
BARRY ELLIOTT
We've been mulling over the notion of ''integration' '. One of our friends, who is a well accomplished management consultant working in the field of IT strategy, asked us about our particular field, namely business excellence focused somewhat more on supply chain management than on the other building blocks. He said something like: ''Hasn't all of that manufacturing resource planning and integration stuff been done already?''
Well, sadly, the answer is, of course, ''No!'' And, just as sadly, we are still talking about essentially the same stuff now as we learned early in our careers, thirty years ago. How is it that industry isn't really progressing as much as we would have expected back then?
There is no question that thinking and so-called ''best practice'', has progressed. Thirty years ago, the principles of supply chain management hadn't been developed nearly as well as they now have been.
For example, the Oliver Wight Class A Checklist for Business Excellence, the key reference for our work, has progressed over that time from a list of 20 or so questions to the current sixth edition comprising nine chapters, roughly 90 subjects, 180 definitions of excellence, and almost a thousand detailed topics. Other examples of this progress that we have presented in this space over the years are the Supply Chain Council's Supply Chain Operations Reference (SCOR) model and the concepts of Efficient Consumer Response (ECR).
We are very clear about what it takes to achieve business excellence.
So, what is missing? Why don't very many businesses, let alone entire supply chains, achieve excellence? Why aren't they truly integrated? Indeed, what do we mean by excellence and integration?
In trying to progress the discussion, we must first get clear on what we would mean by integration, as such. At the highest level, an organisation that is truly integrated would work together and be very cohesive.
Different people in different functions wouldn't have different views of either the current and future situation; when things change, as they inevitably do, they would react in a consistent, collaborative way.
In business, a ''view'' is typically documented as a set of numbers and one would expect to see only a single set of numbers in a truly integrated business, not having the situation where Marketing has a different view than, say, Production.
In our experience, it is quite typical to find certain parts of almost every organisation that operate in an excellent fashion. Sometimes people refer to these as ''islands of excellence in a sea of mediocrity''. How is it that one or some parts of the same organisation perform so much better than others?
The answer, of course, is that at one time or another, certain people have led the way. The easy part of getting to excellence is to figure out the ''right'' answers with respect to the business processes to execute and what tools that you need to enable and support them. The hard part is having the right kind of leadership and getting people to understand what it is that you are trying to do and to behave in the way that is needed to achieve excellence.
This understanding that you need people to have includes the critical notion of being profitable. This ''excellence' ' to which we keep referring is not some academic or theoretical idea of how it would be nice to do business. It is defined or prescribed by what it takes to make money from your endeavours. However, profitability is an outcome; you have to do a whole lot of things right in order to, in the end, be profitable. And, it is very difficult to determine what is the maximum level of profitability in a particular business in a particular industry in a particular situation, time-wise and geography-wise.
And, so, that is why the answer to my friend's question is, ''No''. Yes, you can go and buy very good solutions in terms of software that come bundled with templates, configurable tools and processes based on best practices from around the world. One cannot argue that.
But, you have to put in the hard yards so that you and your people understand. You have to get past the point of ''you don't know what you don't know''. You have to do the hard work of evaluating all of those best practices and choosing from them, probably tailoring or modifying them, for your particular situation. It is only by doing that yourself, not contracting it someone else because they have done it many times for others and so they can do more quickly, that you will build the required internal commitment and expertise to achieve sustainable improvements.
This, in turn, will be the driver for the proverbial ''journey to excellence'' .
Integrated processes and tools are readily available. Our key message is that integrating the people aspects of an organisation, firstly, and an entire supply chain, secondly, require that hard thinking and hard work.
Weekly Link is co-ordinated by Barry Elliott and Chris Catto-Smith of the Institute of Management Consultants Thailand, as an interactive forum for industry professionals.
BARRY ELLIOTT
We've been mulling over the notion of ''integration' '. One of our friends, who is a well accomplished management consultant working in the field of IT strategy, asked us about our particular field, namely business excellence focused somewhat more on supply chain management than on the other building blocks. He said something like: ''Hasn't all of that manufacturing resource planning and integration stuff been done already?''
Well, sadly, the answer is, of course, ''No!'' And, just as sadly, we are still talking about essentially the same stuff now as we learned early in our careers, thirty years ago. How is it that industry isn't really progressing as much as we would have expected back then?
There is no question that thinking and so-called ''best practice'', has progressed. Thirty years ago, the principles of supply chain management hadn't been developed nearly as well as they now have been.
For example, the Oliver Wight Class A Checklist for Business Excellence, the key reference for our work, has progressed over that time from a list of 20 or so questions to the current sixth edition comprising nine chapters, roughly 90 subjects, 180 definitions of excellence, and almost a thousand detailed topics. Other examples of this progress that we have presented in this space over the years are the Supply Chain Council's Supply Chain Operations Reference (SCOR) model and the concepts of Efficient Consumer Response (ECR).
We are very clear about what it takes to achieve business excellence.
So, what is missing? Why don't very many businesses, let alone entire supply chains, achieve excellence? Why aren't they truly integrated? Indeed, what do we mean by excellence and integration?
In trying to progress the discussion, we must first get clear on what we would mean by integration, as such. At the highest level, an organisation that is truly integrated would work together and be very cohesive.
Different people in different functions wouldn't have different views of either the current and future situation; when things change, as they inevitably do, they would react in a consistent, collaborative way.
In business, a ''view'' is typically documented as a set of numbers and one would expect to see only a single set of numbers in a truly integrated business, not having the situation where Marketing has a different view than, say, Production.
In our experience, it is quite typical to find certain parts of almost every organisation that operate in an excellent fashion. Sometimes people refer to these as ''islands of excellence in a sea of mediocrity''. How is it that one or some parts of the same organisation perform so much better than others?
The answer, of course, is that at one time or another, certain people have led the way. The easy part of getting to excellence is to figure out the ''right'' answers with respect to the business processes to execute and what tools that you need to enable and support them. The hard part is having the right kind of leadership and getting people to understand what it is that you are trying to do and to behave in the way that is needed to achieve excellence.
This understanding that you need people to have includes the critical notion of being profitable. This ''excellence' ' to which we keep referring is not some academic or theoretical idea of how it would be nice to do business. It is defined or prescribed by what it takes to make money from your endeavours. However, profitability is an outcome; you have to do a whole lot of things right in order to, in the end, be profitable. And, it is very difficult to determine what is the maximum level of profitability in a particular business in a particular industry in a particular situation, time-wise and geography-wise.
And, so, that is why the answer to my friend's question is, ''No''. Yes, you can go and buy very good solutions in terms of software that come bundled with templates, configurable tools and processes based on best practices from around the world. One cannot argue that.
But, you have to put in the hard yards so that you and your people understand. You have to get past the point of ''you don't know what you don't know''. You have to do the hard work of evaluating all of those best practices and choosing from them, probably tailoring or modifying them, for your particular situation. It is only by doing that yourself, not contracting it someone else because they have done it many times for others and so they can do more quickly, that you will build the required internal commitment and expertise to achieve sustainable improvements.
This, in turn, will be the driver for the proverbial ''journey to excellence'' .
Integrated processes and tools are readily available. Our key message is that integrating the people aspects of an organisation, firstly, and an entire supply chain, secondly, require that hard thinking and hard work.
Weekly Link is co-ordinated by Barry Elliott and Chris Catto-Smith of the Institute of Management Consultants Thailand, as an interactive forum for industry professionals.
Indonesia Ibarat Gajah Setengah Lumpuh
Pidato Kebudayaan
Indonesia Ibarat Gajah Setengah Lumpuh
PADANG, KOMPAS-Mantan Ketua Umum dan kini Penasehat PP Muhammadyah, Ahmad Syafi’i Maarif, dalam pidoto kebudayaannya di Padang, Sumatera Barat, Sabtu (29/12), mengatakan, Indonesia sebagai negara yang sedang bingung merumuskan jati dirinya di tengah-tengah peluang dan ancaman globalisasi yang tidak mengenal rasa iba.
"Indonesia sebagai bangsa dan negara muda, karena kelalaian para pemimpin sejak proklamasi 1945 sampai detik ini, masih tertatih-tatih dan sempoyongan dalam menjaga kedaulatannya yang telah agak lama dilecehkan Singapura dan Malaysia," katanya.
Dengan penduduk sekitar 240 juta dibandingkan dengan Malaysia yang hanya 24 juta dan Singapura 5 juta, Indonesia menurut Syafi’i, ibarat gajah setengah lumpuh. Telinga dan sela-sela jari kakinya dimasuki berbagai jenis semut-semut kecil-kecil yang ganas, sehingga menyebabkan si gajah menjadi gelisah dan tidak percaya diri.
Semut-semut ini berupa manuver-manuver kecil dari Malaysia dan Singapura, dua negara jiran yang lagi bermaya secara ekonomi. Mereka tahu betul bahwa Indonesia sedang sakit yang agak parah. Mereka sedang mengukur Indonesia sampai di mana daya tahannya. Hutan yang 2/3 luasnya sudah gundul semakin menyulitkan posisi Indonesia untuk angkat kepala dalam berbagai pertemuan dunia.
"Sebagai bangsa yang lagi ’gerah’ dengan masalah domestik yang berketiakular, Indonesia sekarang memang tidak memiliki kemampuan diplomasi yang tangguh dan meyakinkan, seperti dulu pernah diperlihatkan Agus Salim, Hatta, Sjahrir, Roem, LN Palar, Adam Malik, Soedjatmiko, Mochtar Kusumaatmadja, dan masih ada nama-anam lain.
Ada semacam kekosongan di ruang diplomasi ini karena banyak dihuni oleh birokrat yang bekerja umumnya secara mekanis dan tunggu perintah," paparnya, di hadapan sekitar 500 pejabat dan tokoh berbagai kalangan, termasuk Gubernur Sumbar Gamawan Fauzi.
Pada bagian lain Syafi’i Maarif menyorot betapa kumuhnya lingkungan budaya bangsa ini. Di mana-mana ditemui kenyataan merajalelanya cara hidup ikan lele. Semakin air keruh, semakin laham makannya. Fatwa agama, pengarahan pejabat, seruan adat, sudah lama tak berfungsi.
"Jika ada ungkapan lama sebagai kritik terhadap kebebalan seseorang; masuk telinga kanan, keluar telingga kiri, sekarang kondisinya semakin hitam. Masuk telinga kanan, keluar telinga kanan. Segala kritik sosial, nasehat-nasehat agama, petuah-petuah adat seakan-akan tak ada gunanya lagi. Nurahi dan akal sehat sudah lama lumpuh," jelasnya.
Dipaparkan, di lingkungan birokrasi dan aparatur negara dalam upaya melawan korupsi, misalnya, fakta terlihat dalam formula yang menghebohkan ini; "Koruptor dan aparat penegak hukum sebenarnya bersahabat!".
Menurut Syafi’i, Indonesia sedang kehilangan kesungguhan dalam mengurus bangsa dan negara. Dalam suasana mentalitas dan budaya yang keruh ini, adalah sebuah nonsens besar bila para elite masih juga berbicara tentang idealisme, hari depan bangsa, dan tentang melawan kemiskinan, sementara laku mengkhianati itu semua tanpa rasa dosa.
Perasaan tidak takut kepada dosa dan dusta adalah salah satu buah dari penyakit "mentalitas menerabas" yang semakin kronis menggerogoti urat nadi bangsa ini.(NAL)
Indonesia Ibarat Gajah Setengah Lumpuh
PADANG, KOMPAS-Mantan Ketua Umum dan kini Penasehat PP Muhammadyah, Ahmad Syafi’i Maarif, dalam pidoto kebudayaannya di Padang, Sumatera Barat, Sabtu (29/12), mengatakan, Indonesia sebagai negara yang sedang bingung merumuskan jati dirinya di tengah-tengah peluang dan ancaman globalisasi yang tidak mengenal rasa iba.
"Indonesia sebagai bangsa dan negara muda, karena kelalaian para pemimpin sejak proklamasi 1945 sampai detik ini, masih tertatih-tatih dan sempoyongan dalam menjaga kedaulatannya yang telah agak lama dilecehkan Singapura dan Malaysia," katanya.
Dengan penduduk sekitar 240 juta dibandingkan dengan Malaysia yang hanya 24 juta dan Singapura 5 juta, Indonesia menurut Syafi’i, ibarat gajah setengah lumpuh. Telinga dan sela-sela jari kakinya dimasuki berbagai jenis semut-semut kecil-kecil yang ganas, sehingga menyebabkan si gajah menjadi gelisah dan tidak percaya diri.
Semut-semut ini berupa manuver-manuver kecil dari Malaysia dan Singapura, dua negara jiran yang lagi bermaya secara ekonomi. Mereka tahu betul bahwa Indonesia sedang sakit yang agak parah. Mereka sedang mengukur Indonesia sampai di mana daya tahannya. Hutan yang 2/3 luasnya sudah gundul semakin menyulitkan posisi Indonesia untuk angkat kepala dalam berbagai pertemuan dunia.
"Sebagai bangsa yang lagi ’gerah’ dengan masalah domestik yang berketiakular, Indonesia sekarang memang tidak memiliki kemampuan diplomasi yang tangguh dan meyakinkan, seperti dulu pernah diperlihatkan Agus Salim, Hatta, Sjahrir, Roem, LN Palar, Adam Malik, Soedjatmiko, Mochtar Kusumaatmadja, dan masih ada nama-anam lain.
Ada semacam kekosongan di ruang diplomasi ini karena banyak dihuni oleh birokrat yang bekerja umumnya secara mekanis dan tunggu perintah," paparnya, di hadapan sekitar 500 pejabat dan tokoh berbagai kalangan, termasuk Gubernur Sumbar Gamawan Fauzi.
Pada bagian lain Syafi’i Maarif menyorot betapa kumuhnya lingkungan budaya bangsa ini. Di mana-mana ditemui kenyataan merajalelanya cara hidup ikan lele. Semakin air keruh, semakin laham makannya. Fatwa agama, pengarahan pejabat, seruan adat, sudah lama tak berfungsi.
"Jika ada ungkapan lama sebagai kritik terhadap kebebalan seseorang; masuk telinga kanan, keluar telingga kiri, sekarang kondisinya semakin hitam. Masuk telinga kanan, keluar telinga kanan. Segala kritik sosial, nasehat-nasehat agama, petuah-petuah adat seakan-akan tak ada gunanya lagi. Nurahi dan akal sehat sudah lama lumpuh," jelasnya.
Dipaparkan, di lingkungan birokrasi dan aparatur negara dalam upaya melawan korupsi, misalnya, fakta terlihat dalam formula yang menghebohkan ini; "Koruptor dan aparat penegak hukum sebenarnya bersahabat!".
Menurut Syafi’i, Indonesia sedang kehilangan kesungguhan dalam mengurus bangsa dan negara. Dalam suasana mentalitas dan budaya yang keruh ini, adalah sebuah nonsens besar bila para elite masih juga berbicara tentang idealisme, hari depan bangsa, dan tentang melawan kemiskinan, sementara laku mengkhianati itu semua tanpa rasa dosa.
Perasaan tidak takut kepada dosa dan dusta adalah salah satu buah dari penyakit "mentalitas menerabas" yang semakin kronis menggerogoti urat nadi bangsa ini.(NAL)
Berburu Hokie 2008
sumber: [www.kabarindonesia .com]
KabarIndonesia - Menjelang Tahun Baru, banyak orang merenungkan dan mencari jalan bagaimana mereka bisa memperbaiki nasib mereka pada tahun yang akan datang ini, agar mereka bisa mendapatkan lebih banyak hokie atau rezeki daripada tahun-tahun sebelumnya. Mulai melalui tukang ramal, sampai pergi ketempat berziarah yang jauh umpamanya ke Gunung Kawi ataupun pergi kekuburan para leluhur. Bermacam buku ramalan pun menjadi best seller.
Dari semua tradisi perayaan tahun baru di dunia, walaupun tata caranya berlainan dan unik, tetapi mereka semua merayakan suatu harapan yang sama, yaitu harapan untuk bisa mendapatkan hokie lebih besar di tahun yang akan datang.
Umpamanya Bangsa Austria percaya, jika kita menyentuh seekor babi hidup di malam tahun baru, keberuntungan akan tiba di tahun yang akan datang. Maklum babi bagi bangsa Jerman & Austria adalah lambang hokie. Orang yang merasa mendapat hokie di Jerman/Austria selalu mengucapkan perkataan "Schwein gehabt" alias telah mendapatkan babi.
Sedangkan menurut orang Yunani buah delima melambangkan kesuburan dan kesuksesan oleh sebab itu setiap tanggal satu Januari, mereka, menebarkan biji buah delima ke arah pintu rumah, toko atau perkantoran untuk bisa dapat hokie lebih besar di tahun mendatang.
Di Inggris, ada tradisi "First Footing". Laki-laki pertama yang datang berkunjung ke sebuah rumah setelah lewat tengah malam dipercaya akan mendatangkan keberuntungan. Biasanya orang tersebut membawa hadiah seperti uang, roti, atau pakaian dengan harapan keluarga yang dikunjungi akan berlimpah barang tersebut sepanjang tahun. Orang itu tidak boleh berambut pirang atau merah, karena dianggap bisa mendatangkan kesialan.
Di Jerman, pada malam tahun baru, masyarakat biasa melakukan suatu tradisi unik yaitu meneteskan timah cair ke air dingin untuk melihat peruntungan masa depan dari bentuk yang terjadi. Bila timah membentuk cincin atau hati maka akan berarti pernikahan, bila berbentuk kapal artinya akan melakukan perjalanan dan bila berbentuk babi, itu berarti akan berlimpah makanan di tahun yang akan datang.
Untuk bisa mendapatkan hokie baru di Napoli (Italy), mereka mempunyai tradisi untuk melemparkan barang-barang rombengan atau tidak terpakai lagi ke luar jendela tepat pada pukul 24:00 di tanggal 31 Desember. Sehingga apabila Anda berjalan-jalan di Napoli pada tanggal satu Januari, jangan heran apabila banyak peralatan dapur, lemari es dan barang-barang rongsokan lainnya tersebar di jalanan.
Menurut tradisi Tiong Hoa pada tahun baru Imlek sebaiknya memberikan hadiah berupa jeruk mandarin, sebab jika ditulis secara Hanyu Pinyin adalah Gan. Lafal jeruk mandarin dalam dialek sub-etnis tersebut memiliki bunyi yang sama dengan lafal emas, yang jika ditulis secara Hanyu Pinyin adalah Jin. Jadi memberikan jeruk mandarin diibaratkan memberikan emas.
Lebih baik lagi memberikan jeruk yang masih ada daunnya yang melambangkan agar emas ini bisa tumbuh terus. Dan sebanyak dua buah karena terdapat sebuah pepatah Tionghoa terkenal yang berbunyi "Hao Shi Cheng Shuang", yang secara harafiah dapat diartikan "Semua yang baik harus datang secara berpasangan" .
Sedangkan di Indonesia banyak orang rela mengorbankan waktu maupun uang dalam jumlah yang tidak sedikit, untuk membeli batu pusaka, keris dsb-nya.
Caranya pun ber-macam2 yang satu melakukan puasa atau pantangan ini dan itu, yang lain membeli batu pusaka atau jimat sedangkan yang satunya lagi merombak rumahnya, karena menurut peraturan Feng Shui posisi pintu rumahnya salah dipasang yang seyogianya di kanan jadi di kiri sehingga hokienya tak kujung datang, sedangkan yang satunya membeli ikan emas arwana, ataupun memelihara tuyul. Tinggal pilih saja yang cocok untuk selera maupun kocek uang Anda.
Bahkan ada orang yang khusus mengganti istrinya, karena istri yang pertama ternyata tidak bisa memberikan hokie seperti yang diharapkan, jadi bermacam cara mereka lakukan khusus untuk mengejar dan mendapatkan hokie atau rezeki yang lebih besar lagi.
Mereka yang berlumba mengejar hokie ini bukannya dari kalangan masyarakat kelas bawah saja, tetapi seluruh lapisan masyarakat mulai dari yang kelas teri sampai dengan para konglomerat kelas kakap, mulai dari orang yang tidak berpendidikan sampai dengan para orang bertitel.
Sebenarnya hokie itu adalah "berkat", kalau kita mendapatkan berkat dari Tuhan pasti usaha kita akan berhasil. Nah kalau kita sudah tahu bahwa hokie itu artinya berkat, kenapa kita harus mencari jauh-jauh ke Gunung Kawi, bukannya berdoa saja kepada Tuhan untuk memohonnya.
Apakah kalau kita menggeser dan memindahkan pintu rumah kita dari kanan ke kiri Tuhan akan memberikan kepada kita berkat lebih banyak?
Apakah kalau anaknya diberi nama Lucky ia akan mendapatkan berkat extra lebih besar? Apakah berkat kita akan berkurang apabila rumah kita kebenaran letaknya di ujung tombak jalan?
Banyak orang yang bersedia mengganti Tuhan kita dengan ikan ataupun batu. Karena ia yakin dan percaya bahwa Ikan Emas Arwana akan "bisa" memberikan hokie (berkat), jadi kepercayaannya di alihkan kepada ikan bukannya kepada Tuhan lagi. Atau karena ia yakin batu cincin yang dipakainya bisa membawa hokie, jadi mulai saat itu batu akik
yang dia pakai menjadi Tuhan nya. Apakah ini bukan berarti kita menyembah berhala?
Kalau direnungkan dengan baik, dimana otak dan IQ kita, kalau kita yakin dan percaya bahwa batu atau ikan bisa memberikan berkat kepada kita? Yang paling penting dari segala-galanya ialah bahwa kita harus sadar, bahwa hokie dan rezeki itu tidak lain dan tidak bukan adalah "berkat" dari Allah!
Apabila kita sadar akan hal ini, baru mata dan otak kita akan terbuka bahwa hokie atau berkat ini hanya bisa di dapatkan dari Allah seorang saja, bukannya dari batu ataupun ikan. Tetapi kenapa, acap kali terjadi juga orang yang memelihara ikan arwana hokienya menjadi bertambah, atau yang memiliki batu pusaka usahanya menjadi
lebih maju, ini adalah pekerjaannya si iblis. Si iblis tahu apabila kalau kita mulai percaya dan yakin, bahwa batu dan ikan itu adalah penyebab dari hokie kita ini, otomatis kita akan menjauhi Tuhan Allah kita.
Hanya kenyataannya usaha mereka itu, kebanyakan maju hanya untuk sementara waktu saja dan yang sudah bisa dipastikan 100% dalam hal ini si penjual ikan arwana dan si penjual batu lah yang mendapatkan hokie, karena barang dagangannya jadi laku.
Ingat: Allah kita ada jauh lebih berkuasa dan Ia mampu memberikan berkat yang berlimpah-limpah kepada semua orang yang memohon kepadaNya.
KabarIndonesia - Menjelang Tahun Baru, banyak orang merenungkan dan mencari jalan bagaimana mereka bisa memperbaiki nasib mereka pada tahun yang akan datang ini, agar mereka bisa mendapatkan lebih banyak hokie atau rezeki daripada tahun-tahun sebelumnya. Mulai melalui tukang ramal, sampai pergi ketempat berziarah yang jauh umpamanya ke Gunung Kawi ataupun pergi kekuburan para leluhur. Bermacam buku ramalan pun menjadi best seller.
Dari semua tradisi perayaan tahun baru di dunia, walaupun tata caranya berlainan dan unik, tetapi mereka semua merayakan suatu harapan yang sama, yaitu harapan untuk bisa mendapatkan hokie lebih besar di tahun yang akan datang.
Umpamanya Bangsa Austria percaya, jika kita menyentuh seekor babi hidup di malam tahun baru, keberuntungan akan tiba di tahun yang akan datang. Maklum babi bagi bangsa Jerman & Austria adalah lambang hokie. Orang yang merasa mendapat hokie di Jerman/Austria selalu mengucapkan perkataan "Schwein gehabt" alias telah mendapatkan babi.
Sedangkan menurut orang Yunani buah delima melambangkan kesuburan dan kesuksesan oleh sebab itu setiap tanggal satu Januari, mereka, menebarkan biji buah delima ke arah pintu rumah, toko atau perkantoran untuk bisa dapat hokie lebih besar di tahun mendatang.
Di Inggris, ada tradisi "First Footing". Laki-laki pertama yang datang berkunjung ke sebuah rumah setelah lewat tengah malam dipercaya akan mendatangkan keberuntungan. Biasanya orang tersebut membawa hadiah seperti uang, roti, atau pakaian dengan harapan keluarga yang dikunjungi akan berlimpah barang tersebut sepanjang tahun. Orang itu tidak boleh berambut pirang atau merah, karena dianggap bisa mendatangkan kesialan.
Di Jerman, pada malam tahun baru, masyarakat biasa melakukan suatu tradisi unik yaitu meneteskan timah cair ke air dingin untuk melihat peruntungan masa depan dari bentuk yang terjadi. Bila timah membentuk cincin atau hati maka akan berarti pernikahan, bila berbentuk kapal artinya akan melakukan perjalanan dan bila berbentuk babi, itu berarti akan berlimpah makanan di tahun yang akan datang.
Untuk bisa mendapatkan hokie baru di Napoli (Italy), mereka mempunyai tradisi untuk melemparkan barang-barang rombengan atau tidak terpakai lagi ke luar jendela tepat pada pukul 24:00 di tanggal 31 Desember. Sehingga apabila Anda berjalan-jalan di Napoli pada tanggal satu Januari, jangan heran apabila banyak peralatan dapur, lemari es dan barang-barang rongsokan lainnya tersebar di jalanan.
Menurut tradisi Tiong Hoa pada tahun baru Imlek sebaiknya memberikan hadiah berupa jeruk mandarin, sebab jika ditulis secara Hanyu Pinyin adalah Gan. Lafal jeruk mandarin dalam dialek sub-etnis tersebut memiliki bunyi yang sama dengan lafal emas, yang jika ditulis secara Hanyu Pinyin adalah Jin. Jadi memberikan jeruk mandarin diibaratkan memberikan emas.
Lebih baik lagi memberikan jeruk yang masih ada daunnya yang melambangkan agar emas ini bisa tumbuh terus. Dan sebanyak dua buah karena terdapat sebuah pepatah Tionghoa terkenal yang berbunyi "Hao Shi Cheng Shuang", yang secara harafiah dapat diartikan "Semua yang baik harus datang secara berpasangan" .
Sedangkan di Indonesia banyak orang rela mengorbankan waktu maupun uang dalam jumlah yang tidak sedikit, untuk membeli batu pusaka, keris dsb-nya.
Caranya pun ber-macam2 yang satu melakukan puasa atau pantangan ini dan itu, yang lain membeli batu pusaka atau jimat sedangkan yang satunya lagi merombak rumahnya, karena menurut peraturan Feng Shui posisi pintu rumahnya salah dipasang yang seyogianya di kanan jadi di kiri sehingga hokienya tak kujung datang, sedangkan yang satunya membeli ikan emas arwana, ataupun memelihara tuyul. Tinggal pilih saja yang cocok untuk selera maupun kocek uang Anda.
Bahkan ada orang yang khusus mengganti istrinya, karena istri yang pertama ternyata tidak bisa memberikan hokie seperti yang diharapkan, jadi bermacam cara mereka lakukan khusus untuk mengejar dan mendapatkan hokie atau rezeki yang lebih besar lagi.
Mereka yang berlumba mengejar hokie ini bukannya dari kalangan masyarakat kelas bawah saja, tetapi seluruh lapisan masyarakat mulai dari yang kelas teri sampai dengan para konglomerat kelas kakap, mulai dari orang yang tidak berpendidikan sampai dengan para orang bertitel.
Sebenarnya hokie itu adalah "berkat", kalau kita mendapatkan berkat dari Tuhan pasti usaha kita akan berhasil. Nah kalau kita sudah tahu bahwa hokie itu artinya berkat, kenapa kita harus mencari jauh-jauh ke Gunung Kawi, bukannya berdoa saja kepada Tuhan untuk memohonnya.
Apakah kalau kita menggeser dan memindahkan pintu rumah kita dari kanan ke kiri Tuhan akan memberikan kepada kita berkat lebih banyak?
Apakah kalau anaknya diberi nama Lucky ia akan mendapatkan berkat extra lebih besar? Apakah berkat kita akan berkurang apabila rumah kita kebenaran letaknya di ujung tombak jalan?
Banyak orang yang bersedia mengganti Tuhan kita dengan ikan ataupun batu. Karena ia yakin dan percaya bahwa Ikan Emas Arwana akan "bisa" memberikan hokie (berkat), jadi kepercayaannya di alihkan kepada ikan bukannya kepada Tuhan lagi. Atau karena ia yakin batu cincin yang dipakainya bisa membawa hokie, jadi mulai saat itu batu akik
yang dia pakai menjadi Tuhan nya. Apakah ini bukan berarti kita menyembah berhala?
Kalau direnungkan dengan baik, dimana otak dan IQ kita, kalau kita yakin dan percaya bahwa batu atau ikan bisa memberikan berkat kepada kita? Yang paling penting dari segala-galanya ialah bahwa kita harus sadar, bahwa hokie dan rezeki itu tidak lain dan tidak bukan adalah "berkat" dari Allah!
Apabila kita sadar akan hal ini, baru mata dan otak kita akan terbuka bahwa hokie atau berkat ini hanya bisa di dapatkan dari Allah seorang saja, bukannya dari batu ataupun ikan. Tetapi kenapa, acap kali terjadi juga orang yang memelihara ikan arwana hokienya menjadi bertambah, atau yang memiliki batu pusaka usahanya menjadi
lebih maju, ini adalah pekerjaannya si iblis. Si iblis tahu apabila kalau kita mulai percaya dan yakin, bahwa batu dan ikan itu adalah penyebab dari hokie kita ini, otomatis kita akan menjauhi Tuhan Allah kita.
Hanya kenyataannya usaha mereka itu, kebanyakan maju hanya untuk sementara waktu saja dan yang sudah bisa dipastikan 100% dalam hal ini si penjual ikan arwana dan si penjual batu lah yang mendapatkan hokie, karena barang dagangannya jadi laku.
Ingat: Allah kita ada jauh lebih berkuasa dan Ia mampu memberikan berkat yang berlimpah-limpah kepada semua orang yang memohon kepadaNya.
Culture Is A Strategic Assets
Culture is a Strategic Asset
"We hire for 'attitude,' knowing we can train to develop technical skill," says Keith Jones, President & CEO, Executrack. "Collaboration is the most important attribute we want in our culture."
CEOs are learning to refine their process for developing their cultures so that they are able to attract and keep their most qualified employees. They know the culture must be strong to attract the best of the best in a fluctuating labor market to meet their ever changing business needs. Their attention to their culture includes designing succession plans and hiring practices that position them for the future.
Regardless of the economic outlook, recruitment and retention of valuable employees is now recognized as one of the most important cultural issues facing corporations globally. As businesses struggle with layoffs, lower consumer confidence, softening commercial investment, and a volatile stock market, building effective cultures has moved from the responsibility of Human Resources to that of the Boardroom. With a sharp focus on human capital, developing a strong culture is now a key investment.
Corporate executive officers are expected to present a clear strategy so that employees know what to do to execute - all while attracting the industry's best talent to get it done. Their own value to their organization is, in part, measured by how skilled they are at leading, recruiting, and retaining key talent who are enthusiastic about their work environment.
As Linda Rabbit, Chairman and CEO, Rand Construction stated, "I had a vision that we could have a culture where employees would enjoy their jobs and could get fulfillment out of what they're doing. And, I have spent most of my time trying to make that happen. TPC assessed our culture, and we could see clearly what key behaviors needed to be reinforced to achieve high degrees of productivity. Don't make it harder than it needs to be. Communicate everything, listen constantly, roll your sleeves up, and work alongside your people if you want them to know how much they mean to your company's success," she states.
The desire to pass on a successful business was Larry Janesky's incentive to investigate the Baldrige Criteria for Performance Excellence. "Once we got involved with the Criteria, we became more passionate about having the best culture to become more competitive, " says Larry. Organizations most committed to earning money for their shareholders have leaders who state that their culture is its most important asset. Great cultures breed attraction to and retention of talent - it is the key factor to their future success as an industry winner.
Why bother? The best effective recruiting tool is the reputation a company enjoys in a community. Turnover of employees is both bad PR and very expensive. Shareholders should know exactly what the turnover costs are, because they know that it is a business imperative to do everything possible to recruit exactly the right people while providing the right work environment to keep them. To retain great talent, develop a culture where employees are enthusiastic about executing the strategy - where leaders provide the vision and the long-term goals, i.e. where we are going and how we are going to get there.
Juli Ann Reynolds, President and CEO
Tom Peters Company
"We hire for 'attitude,' knowing we can train to develop technical skill," says Keith Jones, President & CEO, Executrack. "Collaboration is the most important attribute we want in our culture."
CEOs are learning to refine their process for developing their cultures so that they are able to attract and keep their most qualified employees. They know the culture must be strong to attract the best of the best in a fluctuating labor market to meet their ever changing business needs. Their attention to their culture includes designing succession plans and hiring practices that position them for the future.
Regardless of the economic outlook, recruitment and retention of valuable employees is now recognized as one of the most important cultural issues facing corporations globally. As businesses struggle with layoffs, lower consumer confidence, softening commercial investment, and a volatile stock market, building effective cultures has moved from the responsibility of Human Resources to that of the Boardroom. With a sharp focus on human capital, developing a strong culture is now a key investment.
Corporate executive officers are expected to present a clear strategy so that employees know what to do to execute - all while attracting the industry's best talent to get it done. Their own value to their organization is, in part, measured by how skilled they are at leading, recruiting, and retaining key talent who are enthusiastic about their work environment.
As Linda Rabbit, Chairman and CEO, Rand Construction stated, "I had a vision that we could have a culture where employees would enjoy their jobs and could get fulfillment out of what they're doing. And, I have spent most of my time trying to make that happen. TPC assessed our culture, and we could see clearly what key behaviors needed to be reinforced to achieve high degrees of productivity. Don't make it harder than it needs to be. Communicate everything, listen constantly, roll your sleeves up, and work alongside your people if you want them to know how much they mean to your company's success," she states.
The desire to pass on a successful business was Larry Janesky's incentive to investigate the Baldrige Criteria for Performance Excellence. "Once we got involved with the Criteria, we became more passionate about having the best culture to become more competitive, " says Larry. Organizations most committed to earning money for their shareholders have leaders who state that their culture is its most important asset. Great cultures breed attraction to and retention of talent - it is the key factor to their future success as an industry winner.
Why bother? The best effective recruiting tool is the reputation a company enjoys in a community. Turnover of employees is both bad PR and very expensive. Shareholders should know exactly what the turnover costs are, because they know that it is a business imperative to do everything possible to recruit exactly the right people while providing the right work environment to keep them. To retain great talent, develop a culture where employees are enthusiastic about executing the strategy - where leaders provide the vision and the long-term goals, i.e. where we are going and how we are going to get there.
Juli Ann Reynolds, President and CEO
Tom Peters Company
Kumbang Ada Sebelum Dinosaurus
Kumbang Ada Sebelum Dinosaurus
Sumber: KCM
Jutaan tahun lebih lama sebelum dinosaurus ada, kumbang ternyata sudah hidup lebih dulu di muka Bumi. Bahkan, didukung kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap perubahan lingkungannya membuatnya berkembang menjadi ribuan spesies saat ini.
Selama ini, para ilmuwan memprediksi bahwa kumbang muncul sekitar 140 juta tahun lalu atau bersamaan dengan berkembangnya tanaman berbunga. Namun, hasil penelitian ternbaru terhadap DNA kumbang modern dan fosilnya menunjukkan bahwa kelompok hewan tersebut sudah ada 300 juta tahun lalu. Artinya,kumbang sudah muncul sekitar 70 juta tahun sebelum dinosaurus.
"Tidak seperti dinosaurus yang mengalami kepunahan, kumbang justru bertahan karena keragaman ekologi dan adaptasinya," ujar Alfried Vogler, ahli serangga (entomolog) dari Imperial College London dan Museum Sejarah Nasional London.
Saat ini, kumbang telah berkembang menjadi sekira 350 ribu spesies yang tersebar di pelosok dunia. Bahkan, diperkirakan masih ada jutaan spesies yang masih belum ditemukan dan diidentifikasi. Kumbang mewakili hampir seperempat total spesies di muka Bumi.
Mengapa spesies kumbang bisa begitu banyak sudah lama diperdebatkan para ahli namun tidak pernah disimpulkan alasannya. Vogler yakin kumbang dapat selalu sukses beradaptasi karena sejak pertama kali muncul berada di lingkungan yang setiap saat berubah.
"Jumlah spesiesnya yang besar saat ini bertahan dengan baik sebagai hasil evolusi sejak dini," ujar Vogler. Faktanya, spesies kumbang mengalami diversivikasi begitu banyak sejak pertama muncul hingga sekarang.
Kesimpulan ini diambil Vogler dan timnya setelah mempelajari DNA dari 1.880 spesies kumbang modern. Mereka juga mempelajari fosil kumbang tertua berusia 265 juta tahun untuk menyusun pohon evolusi.(LIVESCIENCE/WAH)
Sumber: KCM
Jutaan tahun lebih lama sebelum dinosaurus ada, kumbang ternyata sudah hidup lebih dulu di muka Bumi. Bahkan, didukung kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap perubahan lingkungannya membuatnya berkembang menjadi ribuan spesies saat ini.
Selama ini, para ilmuwan memprediksi bahwa kumbang muncul sekitar 140 juta tahun lalu atau bersamaan dengan berkembangnya tanaman berbunga. Namun, hasil penelitian ternbaru terhadap DNA kumbang modern dan fosilnya menunjukkan bahwa kelompok hewan tersebut sudah ada 300 juta tahun lalu. Artinya,kumbang sudah muncul sekitar 70 juta tahun sebelum dinosaurus.
"Tidak seperti dinosaurus yang mengalami kepunahan, kumbang justru bertahan karena keragaman ekologi dan adaptasinya," ujar Alfried Vogler, ahli serangga (entomolog) dari Imperial College London dan Museum Sejarah Nasional London.
Saat ini, kumbang telah berkembang menjadi sekira 350 ribu spesies yang tersebar di pelosok dunia. Bahkan, diperkirakan masih ada jutaan spesies yang masih belum ditemukan dan diidentifikasi. Kumbang mewakili hampir seperempat total spesies di muka Bumi.
Mengapa spesies kumbang bisa begitu banyak sudah lama diperdebatkan para ahli namun tidak pernah disimpulkan alasannya. Vogler yakin kumbang dapat selalu sukses beradaptasi karena sejak pertama kali muncul berada di lingkungan yang setiap saat berubah.
"Jumlah spesiesnya yang besar saat ini bertahan dengan baik sebagai hasil evolusi sejak dini," ujar Vogler. Faktanya, spesies kumbang mengalami diversivikasi begitu banyak sejak pertama muncul hingga sekarang.
Kesimpulan ini diambil Vogler dan timnya setelah mempelajari DNA dari 1.880 spesies kumbang modern. Mereka juga mempelajari fosil kumbang tertua berusia 265 juta tahun untuk menyusun pohon evolusi.(LIVESCIENCE/WAH)
Surat Paijo
Saat ini jaman serba susah.
Harga BBM naik akibatnya terjadi PHK diberbagai perusahaan, salah satu yang terkena PHK adalah kulo PAIJO.
Bulan ini kulo mboten saget kirim duit buat istri PARIYEM di kampung halaman. Dengan terpaksa kulo cuman bisa kirim surat buat istri tercinta.
Isinya demikian:
Istriku PARIYEM Tercinta.
Maafkan kanda sayang, bulan ini kanda tidak bisa mengirim uang untuk kebutuhan keluarga di rumah. Kanda hanya bisa mengirimmu 1000 ciuman.
Paling cinta
Kanda Paijo
Weladhalah........ seminggu kemudian istriku PARIYEM kirim surat balasan,
demikian isinya :
Kanda Paijo tersayang,
Terima kasih atas kiriman 1000 ciumanmu.
Untuk bulan ini dinda akan menyampaikan laporan pengeluaran keluarga:
Tukang minyak bersedia menerima 2 ciuman setiap kali membeli 5 liter minyak tanah.
Tukang listrik mau dibayar dengan 4 ciuman per tanggal 10 setiap bulannya.
Pemilik kontrakan rumah mau dibayar cicil dengan 3 x ciuman setiap harinya.
Engkoh pemilik toko bahan makanan tidak mau dibayar pakai ciuman. Ia maunya dibayar dengan yang lain... Ya dinda berikan saja.
Keperluan pribadi dinda bulan ini mencapai 50 ciuman.
Kanda tersayang... bulan ini dinda masih menyimpan 125 ciuman.
Mohon saran dari kanda tersayang 125 ciuman ini bisa dipakai untuk apa saja ya?
Paling sayang dari
Dinda PARIYEM seorang
Hu.....hu.....hu..... PAIJO menangis :-)
Harga BBM naik akibatnya terjadi PHK diberbagai perusahaan, salah satu yang terkena PHK adalah kulo PAIJO.
Bulan ini kulo mboten saget kirim duit buat istri PARIYEM di kampung halaman. Dengan terpaksa kulo cuman bisa kirim surat buat istri tercinta.
Isinya demikian:
Istriku PARIYEM Tercinta.
Maafkan kanda sayang, bulan ini kanda tidak bisa mengirim uang untuk kebutuhan keluarga di rumah. Kanda hanya bisa mengirimmu 1000 ciuman.
Paling cinta
Kanda Paijo
Weladhalah........ seminggu kemudian istriku PARIYEM kirim surat balasan,
demikian isinya :
Kanda Paijo tersayang,
Terima kasih atas kiriman 1000 ciumanmu.
Untuk bulan ini dinda akan menyampaikan laporan pengeluaran keluarga:
Tukang minyak bersedia menerima 2 ciuman setiap kali membeli 5 liter minyak tanah.
Tukang listrik mau dibayar dengan 4 ciuman per tanggal 10 setiap bulannya.
Pemilik kontrakan rumah mau dibayar cicil dengan 3 x ciuman setiap harinya.
Engkoh pemilik toko bahan makanan tidak mau dibayar pakai ciuman. Ia maunya dibayar dengan yang lain... Ya dinda berikan saja.
Keperluan pribadi dinda bulan ini mencapai 50 ciuman.
Kanda tersayang... bulan ini dinda masih menyimpan 125 ciuman.
Mohon saran dari kanda tersayang 125 ciuman ini bisa dipakai untuk apa saja ya?
Paling sayang dari
Dinda PARIYEM seorang
Hu.....hu.....hu..... PAIJO menangis :-)
Langganan:
Postingan (Atom)