INNChannels, Jakarta - Persaingan bisnis retail besar akan makin keras seiring penguasaan 75% saham PT Alfa Retailindo Tbk oleh PT Carrefour Indonesia. Sejumlah praktisi menilai potensi penguasaan pasar industri retail oleh pebisnis asing akan semakin gampang. Sebab untuk menaikkan pendapatan, Carrefour cukup memanfaatkan pangsa pasar dari supermarket milik Alfa, sehingga porsi investasi di gerai baru relatif minim.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Thomas Darmawan mengatakan pemerintah perlu mempertegas aturan main industri retail setelah proses pengambilalihan kepemilikan saham pebisnis retail besar nasional itu.
'Perlu diteliti lebih jauh apakah penguasaan saham Alfa oleh Carrefour tidak melanggar aturan main. Itu merupakan domain di lembaga semacam Bapepam atau Departemen Keuangan,' kata Thomas saat dihubungi INNChannels, Minggu (23/12).
Hal senada diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo)Handaka Santosa. Ia menyebutkan Carrefour akan semakin gencar berekspansi ke pasar retail di Tanah Air.
'Saya tidak melihat adanya ancaman monopoli setelah masuknya Carrefour. Toh selama ini gerai retail mereka memang sudah menguasai sebagian besar pasar di Indonesia. Tapi memang pengambilalihan saham Alfa Retailindo akan memudahkan ekspansi Carrefour serta meningkatkan market share retail asal Prancis tersebut,' jelas Handaka.
Terkait persaingan yang semakin ketat, Handaka mengatakan sebaliknya, yakni pengambilalihan saham itu tidak akan mengubah peta. 'Peta persaingan tidak akan berubah kecuali, jika Carrefour membuka 20 gerai supermarket di Jakarta. Itu tentu akan mengubah wajah persaingan di industri retail,' ungkapnya.
Menurutnya, pengambilalihan saham Alfa oleh Carrefour tidak lebih dari sekadar strategi bisnis. Dengan menguasai saham Alfa, Carrefour tidak perlu repot membuka outlet baru, karena cukup memanfaatkan jaringan yang sudah dimiliki Alfa. 'Alfa sendiri mendapat keuntungan dari penjualan sahamnya,' kata Handaka.
Handaka menegaskan, potensi persaingan usaha tidak sehat di industri retail pasca masuknya Carrefour ke Alfa mustahil terjadi. Pasalnya, dari sisi income Carrefour sudah jauh melampaui perolehan Alfa.
'Saat ini penghasilan Carrefour per tahun mencapai kisaran Rp7 triliun hingga Rp9 triliun. Sedangkan Alfa Supermarket sendiri hanya mampu mencetak Rp2 triliun per tahun. Itu tidak mungkin terkejar,' tegasnya.
'Memang persaingan akan lebih ketat. Tapi kita tidak perlu takut. Bagi Alfa, mereka sudah bisa menikmati hasil penjualan sahamnya dan mungkin mereka bisa berinvestasi lagi di retail atau jalur lainnya,' ujar Handaka.
Thomas menyebutkan praktisi industri tidak mempersoalkan pengalihan kepemilikan perusahaan retail. Industrialis hanya berkepentingan terhadap pebisnis retail baik kecil maupun besar sebagai ujung tombak pemasaran produknya.
'Kami hanya mempersoalkan penerapan kebijakan manajemen Carrefour terkait listing fee untuk meningkatkan porsi pendapatan perusahaan. Padahal mekanisme itu sangat memberatkan kalangan produsen,' kata Thomas.
Total pembelian saham Alfa oleh Carrefour maksimum Rp680 miliar pada level harga di bawah Rp1.950 per lembar saham. Mengacu harga penutupan penjualan saham Alfa di angka Rp2.175, berarti Carrefour memperoleh diskon harga maksimum pembelian Alfa sebesar 10,34%.
Sesuai hasil survei majalah Retail Asia, pebisnis retail yang masuk ke pasar Indonesia sejak 1998 dengan format hipermarket itu menduduki peringkat teratas toko modern di nusantara dengan total penjualan Rp7,2 triliun pada 2006.
Sedangkan Alfa, telah merintis usaha di sektor retail sejak 1989. Perusahaan tersebut pernah menjalankan usaha hipermarket (Alfa Gudang Rabat) dan Alfa Supermarket. Belakangan Alfa menutup lima gerai Alfa Gudang Rabat yang sudah dirintis sejak 1996. Salah satu alasan penutupan outlet itu akibat babak belur setelah bersaing dengan Carrefour.
Selain Carrefour, pebisnis retail besar lainnya yang juga bernafsu membeli saham Alfa adalah PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk. Malah perusahaan itu sudah mencapai kesepakatan awal untuk mengakuisisi 55% saham atau 257,5 juta lembar saham Alfa milik PT Sigmantara Alfindo di level harga Rp 1.600 per saham atau senilai Rp411,85 miliar.
Manajemen Ramayana terpaksa mengubur hasratnya. Padahal harga saham Ramayana sempat meroket saat rencana akuisisi itu diutarakan ke publik. Selain Sigmantara, pemegang saham terbesar kedua Alfa adalah Prime Horizon (investor asal Singapura) sebesar 40% dan sisanya dimiliki publik. [P1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar